REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pujangga sekaligus politisi Prancis abad ke-19, Alphonse de Lamartine, pernah menulis dalam Histoire de La Turquie (Sejarah Turki) (1854) mengenai pujiannya kepada sosok Rasulullah SAW. Lamartine yang dikenal sebagai sosok liberalis itu bahkan mengungkapkan jika Nabi Muhammad merupakan sosok tiada banding.
“Jika megahnya tujuan, keterbatasan sarana, dengan hasil yang mencengangkan adalah tiga kriteria manusia jenius, siapa yang berani membandingkan orang besar dalam sejarah dengan Muhammad? Orang paling terkenal hanya menciptakan senjata, hukum dan kerajaan. Mereka menemukan, jika ada, tidak lebih dari kekuatan material yang sering kali runtuh di depan mata. Orang ini (Muhammad) tidak hanya memindahkan tentara, peraturan perundang-undangan, kerajaan, rakyat, dinasti, tetapi jutaan urang di sepertiga dari dunia yang dihuni saat itu. Lebih dari itu, dia memindahkan altar, dewa, agama, ide, keyakinan dan jiwa. “
Pernyataan ini dikutip Perdana Menteri Pakistan Imran Khan lewat akun Twitter resminya @ImranKhanPTI. Imran dikenal sebagai salah satu pemimpin dunia yang membawa publikasi karikatur penistaan terhadap level internasional. Dia meminta para pemimpin Muslim untuk mengambil sikap bersama dalam menghadapi Islamofobia, serangan terhadap Islam dan Rasulullah SAW di negara barat, khususnya di Benua Eropa.
Imran diketahui telah menulis sebuah surat kepada negara-negara Muslim. Dia mendesak adanya kesatuan untuk mengakhiri Islamofobia dan Rasulullah SAW di dunia barat, khususnya Eropa.
Penistaan terhadap Rasulullah SAW masih terjadi di Prancis lewat sejumlah penerbitan karikatur lewat Tabloid Charlie Hebdo. Penerbitan karikatur yang didukung Pemerintah Prancis ini mengundang kekerasan bernada ekstremisme dari segelintir Muslim. Seorang guru, Samuel Paty pun menjadi korban pemenggalan remaja dari etnis Chechen, Abdoullakh Anzorov yang menolak karikatur nabi di sebuah jalan di Paris. Remaja tersebut kemudian ditembak mati polisi setempat.