REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Dalam beberapa tahun terakhir, Matahari mengalami masa dengan sedikit bintik matahari, suar terang. Periode tenang ini dikenal sebagai matahari minimum. Tetapi, keadaan akan kembali memanas, seiring dengan masuknya siklus matahari ke-25.
Baru-baru ini, para ahli dari Solar Cycle 25 Prediction Panel, juga mengumumkan jika matahari secara resmi memasuki siklus baru, ke-25. Meskipun, dalam prosesnya, di beberapa tahun mendatang, puncak aktivitas akan terjadi sekitar 2025.
"Badai matahari berukuran kecil dan sedang, lebih mungkin terjadi selama aktivitas puncak matahari," jelas Juha-Pekka Luntama, Kepala Kantor Cuaca Antariksa ESA mengutip phys Sabtu (31/10).
Jika badai matahari seperti itu berdampak pada Bumi, lanjutnya, efek bisa menciptakan badai geomagnetik di magnetosfer. Badai ini, dikatakan bisa mengganggu dan merusak jaringan listrik di Bumi dan satelit di orbit.
Seperti diketahui, matahari memiliki medan magnet dengan dua kutub di utara dan selatan. Mataharu juga memiliki medan yang menghubungkan daerah kutub itu sendiri.
Kutub-kutub ini memiliki kecenderungan misterius untuk berpindah tempat, misal dari utara menjadi selatan dan selatan menjadi utara. Siklus matahari berlangsung rata-rata sekitar 11 tahun.
Siklus matahari sebelumnya, ke-24, ditentukan berakhir pada Desember 2019 ketika jumlah rata-rata bintik matahari dari siklus ini mencapai angka minimum. Utamanya ketika bintik matahari pertama dari siklus baru, mulai muncul.
Siklus matahari baru itu, dianggap dimulai ketika bintik-bintik baru yang muncul di pertengahan garis lintang di permukaan matahari, berlawanan dalam polaritas magnetnya daripada bintik matahari dari siklus sebelumnya.
Karena jumlah bintik matahari berfluktuasi dari hari ke hari, para ilmuwan menggunakan rata-rata penggiliran yang berarti butuh beberapa bulan agar pola aktivitas yang jelas menjadi lebih jelas.
Berdasarkan pemaparan, meski konsensus tentang Siklus Matahari 25 diperkirakan serupa dengan yang terakhir, prediksi ini datang dengan ketidakpastian. Terlebih, dari kebanyakan siklus matahari 25, muncul setelah penurunan umum aktivitas puncak matahari.
Pada tahap ini, siklus matahari berikutnya dapat melanjutkan tren penurunan menuju siklus dengan aktivitas yang lebih lemah dari rata-rata, atau dapat menandai dimulainya rangkaian siklus yang lebih aktif.
Namun, perlu diingat bagaimana dampak siklus matahari itu terhadap bumi. Jika menilik pada aktivitas matahari saat ada peningkatan, matahari akan memancarkan lebih banyak radiasi partikulat berenergi tinggi dan materi ke Tata Surya.
Setiap aktivitas matahari akan berdampak juga pada medan magnet bumi — lapisan di sekitar Bumi yang melindungi dari semburan matahari. Selain, akan menciptakan badai geomagnetik.
Badai tersebut, digadang-gadang berpotensi menyebabkan masalah serius bagi sistem teknologi modern. Badai bisa mengganggu atau merusak satelit di ruang angkasa dan banyak layanan lainnya seperti navigasi dan telekomunikasi.
Badai geomagnetik juga dapat mematikan jaringan listrik dan komunikasi radio, serta menimbulkan bahaya radiasi bagi astronot di luar angkasa, bahkan memberikan dosis radiasi yang berpotensi berbahaya kepada astronot dalam misi masa depan ke Bulan atau Mars.
Untungnya, peristiwa semacam itu datang dengan peringatan dini. Meskipun tidak dapat dihentikan, peringatan dini dalam datangnya badai matahari akan memberi waktu bagi operator satelit, jaringan listrik dan sistem telekomunikasi, serta penjelajah ruang angkasa, untuk mengambil tindakan perlindungan.
Program Keamanan Luar Angkasa ESA, juga diketahui telah merencanakan misi unik yang akan mengantisipasi hal ini. Misi Lagrange akan membuat pengamatan matahari yang sangat dibutuhkan dari sudut pandang yang unik, atau tepatnya titik Lagrange kelima.