REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nuansa putih-putih mendominasi gelaran Prambanan Jazz Festival (PJF) hari perdana. Digelar sore hari, mendung menambah syahdu penampilan para musisi pada konser yang dapat diakses virtual mulai Sabtu (31/10) hingga Ahad (1/11).
Waktu menyambut malam seolah tepat mengiringi lagu-lagu yang dipersembahkan bagi hati-hati yang terluka sekaligus untuk pencari jati diri. Band 420 membawakan “Realita”, “Diam-Diam Kubawa Satu”, “Zona Nyaman”, “Nemathomorpa”, dan “Warna Merah Jambu”.
Penonton diajak bernyanyi bersama dengan mengangkat tangan dan menghidupkan kamera masing-masing. Selanjutnya, lewat konsep sedikit misterius dan mengejutkan, bintang Isyana Sarasvati muncul dengan piano. Musik bertenaga berpadu dengan lantunan piano halus dilengkapi suara tinggi khas seriosa miliknya.
Pencahayaan warna biru mengantar Isyana membawakan lagu “Lexicon”, “Sikap Duniawi”, “Mad”, hingga “Ragu Semesta”. “Pendekar Cahaya” kemudian menjadi salah satu penampilan spesial Isyana karena lagu diciptakan untuk sang suami tercinta.
“Buat suami di rumah, lagu ini saya ciptakan dari perjalanan bisa dibilang cinta saya, melewati kehidupan berlika-liku, tapi akhirnya bersatu dan semoga selalu bersama,” kata Isyana.
Band yang cukup ditunggu-tunggu, Joko In Berlin, sempat diwawancara mengenai single terbaru "Misanthrope" yang bercerita tentang orang introver. Lagu ini diciptakan Popo Fauza dan bermakna mengajak untuk tidak selalu lari dalam keramaian karena orang terkadang harus mengurung diri di kamar untuk menemukan jati diri.
PJF sejak awal menjadi festival yang berani menggelar perhelatan di daerah. Jika biasanya berpusat di Jakarta atau bahkan di luar negeri, PJF ingin hadir dengan gebrakan. Bukan sekadar sebuah festival, melainkan tentang dedikasi, loyalitas dan integritas tinggi. Atas nama kecintaan terhadap negeri melalui seni.
Tak semua hal besar lahir dari kota besar. PJF lahir dari ketidaksengajaan soal permintaan perhelatan festival jazz di sebuah hotel, namun tiba-tiba ada perubahan tempat yang berujung pada ide menggelar di sebuah candi. Alhasil, dengan gagasan venue yang bersejarah, muncullah PJF dan sukses pertama kali pada 2015, 2017, dan berikutnya 2018 penuh dengan kolaborasi. PJF ingin menjadi diplomasi budaya di tingkat global.