REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Buruh sangat kecewa dengan surat edaran yang dikeluarkan oleh Menteri Ketenagakerjaan RI yang melarang Gubernur menaikkan upah minimum tahun 2021. Ketua Umum Pimpinan Pusat FSP TSK SPSI Provinsi Jawa Barat, Roy Jinto, mengatakan dengan surat edaran tersebut banyak Gubernur yang tidak menaikkan upah minimum tahun 2021. Salah satunya, Gubernur Jawa Barat.
"Padahal jelas SE bukan produk hukum yang harus dilaksanakan di mana penetapan upah minimum sudah cukup jelas diatur dalam UU 13/2003, PP 78 Tahun 2015 di mana amanat pasal 43 PP 78/2015 sudah jelas," ujar Roy kepada wartawan, Ahad (1/11).
Menurut Roy, setelah 5 tahun PP tersebut berlaku maka dilakukan survei KHL untuk menentukan upah minimum. Tahun ini seharusnya dilakukan survei pasar untuk menentukan KHL karena sudah keluar peraturan mengenai KHL Permen 18 tahun 2020.
"Sehingga, berdasarkan aturan untuk menentukan upah minimum itu harus berdasarkan KHL+inflasi+ pertumbuhan ekonomi itu jelas diatur dalam UU 13/2003," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, SE yang dikeluarkan oleh Menaker bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Maka UMP Jawa Barat cacat hukum karena hanya mempertimbangkan kondisi pandemi Covid-19.
"Gubernur Jawa Barat tak mempunyai rasa sensitivitas terhadap kondisi kaum buruh di Jawa Barat kenaikkan upah minimum sangat dinanti-nantikan oleh kaum buruh untuk menjaga daya beli kaum buruh," katanya.
Gubernur Jawa Barat, kata dia, lebih berpihak terhadap keinginan para pengusaha yang menginginkan upah tidak naik. Sedangkan Gubernur DKI, Jateng, DIY disebutnya tetap menaikkan upah minimum dengan mengabaikan SE MENAKER.
"Oleh karena itu kaum buruh akan menyatakan menolak SE dan UMP 2021 Jawa Barat dan meminta Gubernur untuk Jawa Barat agar menaikkan upah minimum tahun 2021 minimal 8,51 persen dan kaum buruh akan melakukan mogok daerah secara serentak di seluruh kab/kota di Jawa Barat dan juga di kantor Gubernur Jawa barat dalam waktu dekat ini," paparnya.