REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sovereign wealth fund atau Lembaga Pengelola Investasi (LPI) seperti yang diatur dalam Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja dinilai dapat mendorong pembenahan investasi aset-aset BUMN.
Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, mengatakan, hal itu berkaca pada kesuksesan di banyak negara yang menerapkan lembaga serupa dan hasilnya bisa dirasakan langsung oleh masyarakat.
"Dari konteks contoh kasus keberhasilan ini tidak salah kalau seandainya pemerintah ingin mendorong SWF untuk melakukan pembiayaan investasi di Indonesia," kata Yusuf kepada Republika.co.id, Ahad (1/11).
Ia mencontohkan Norwegia yang sukses membuat lembaga pengelola investasi. Di mana, dana hasil keuntungan dari penjualan minyak beberapa tahun dikelola dan hasilnya diserahkan kembali ke masyarakat melalui program dana pensiun.
"Norwegia menjadi salah satu negara dengan program dana pensiun terbaik di dunia," kata dia.
Meski banyak yang sukses dalam membuat lembaga pengelola investasi, keberhasilan di Indonesia akan sangat relatif hasilnya. Sebab, masih perlu pembuktian kemampuan Indonesia dalam mengelola dana hasil BUMN ke instrumen-instrumen investasi yang tepat.
Selain itu, butuh kesiapan manajemen antarlembaga yang baik "Kalau dibilang secara potensi memang ada, karena ini mirip seperti LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan). Tapi apakah ke depan akan mulus-mulus saja? Itu masih tanda tanya," ujar Yusuf.
Yusuf menekankan, sebelum SWF dibentuk, harus ada perbaikan manajemen dari setiap BUMN yang ada. Selain itu, tata kelola di internal Kementerian BUMN sendiri wajib dibenahi dari yang ada saat ini. Hal itu demi menghindari dampak negatif dari konflik kepentingan yang sering terjadi di tubuh BUMN.
Hal itu wajib menjadi catatan pemerintah. Meskipun, dalam implementasinya, SWF akan melibatkan banyak kementerian dan lembaga, termasuk Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) agar tata kelola keuangan dilakukan dengan benar.