Senin 02 Nov 2020 01:50 WIB

Azerbaijan Terus Bertempur Sebelum Armenia Lepaskan Karabakh

Nagorno-Karabakh diakui secara internasional sebagai bagian dari Azerbaijan

Rep: Dwina Agustin/ Red: Christiyaningsih
Seorang pria memasuki toko dengan sepeda anak-anak, rusak akibat tembakan artileri Azerbaijan selama konflik militer di kota garis depan Martakert, wilayah separatis Nagorno-Karabakh, Senin, 19 Oktober 2020.
Foto: AP/STR
Seorang pria memasuki toko dengan sepeda anak-anak, rusak akibat tembakan artileri Azerbaijan selama konflik militer di kota garis depan Martakert, wilayah separatis Nagorno-Karabakh, Senin, 19 Oktober 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, BAKU - Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev mengatakan pasukannya akan berjuang sampai akhir jika negosiasi tidak menghasilkan kesepakatan yang membuat pasukan etnis Armenia mundur dari Nagorno-Karabakh dan tujuh wilayah sekitarnya, Ahad (1/11). Pernyataan keras ini terjadi setelah kedua negara menyatakan kesepakatan untuk berdialog dalam mengatasi konflik di wilayah tersebut.

Menurut kantor berita Azerbaijan Azertag, Aliyev mengatakan ingin menyelesaikan konflik melalui negosiasi yang akan menghasilkan penarikan pasukan etnis Armenia. “Jika tidak, kami akan melanjutkan dengan cara apa pun untuk memulihkan integritas teritorial kami dan ... kami akan berjuang sampai akhir," kata Aliyev.

Baca Juga

Berbicara dalam pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu di Baku, Aliyev menegaskan Armenia tidak memiliki dasar untuk meminta bantuan militer Rusia dalam konflik tersebut. Padahal, Turki terang-terang telah menyatakan dukungan terhadap Baku.

Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan telah meminta Rusia untuk menguraikan sejauh mana dukungan yang dapat diharapkan dari Moskow. Menanggapi hal tersebut, Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan akan memberikan semua bantuan yang diperlukan jika konflik meluas ke wilayah Armenia.

Nagorno-Karabakh diakui secara internasional sebagai bagian dari Azerbaijan tetapi dihuni dan dikendalikan oleh etnis Armenia. Konflik telah menjadi fokus tajam pada peningkatan pengaruh Turki, sekutu Azerbaijan, di bekas wilayah Soviet yang dianggap oleh Rusia berada dalam lingkup pengaruhnya. Rusia juga memiliki aliansi keamanan dengan Armenia.

Kemajuan Azerbaijan di medan perang sejak pertempuran dimulai pada 27 September telah mengurangi insentifnya untuk mencapai kesepakatan perdamaian dan mempersulit upaya internasional untuk menengahi gencatan senjata. Sebanyak tiga pernyataan gencatan senjata gagal dipertahankan.

Penembakan lebih lanjut dilaporkan oleh Azerbaijan dan pasukan etnis Armenia di dan sekitar Nagorno-Karabakh pada Ahad. Korban tewas dalam pertempuran terburuk di kawasan itu dalam lebih dari 25 tahun telah melampaui 1.000 dan mungkin jauh lebih tinggi.

Militer Nagorno-Karabakh yang dikendalikan etnis Armenia mengatakan bahwa rudal telah ditargetkan ke kota Martuni, desa Karin Tak, dan kota Shushi, hanya 15 kilometer dari kota terbesar di daerah kantong itu, Stepanakert. Sedangkan Kementerian Pertahanan Azerbaijan mengatakan,unit tentaranya di Tovuz, Gadabay, dan Gubadli diserang semalam. Pertempuran pada Ahad dipusatkan di Aghdere, Aghdam, Gubadli, dan Khojavend.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement