REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Umat Islam adalah minoritas di Nepal. Terdapat setidaknya 2,5 juta penganut Islam di Nepal atau sekitar 10 persen dari populasi penduduk negeri itu.
Secara garis besar, Muslim Nepal dibagi ke dalam empat etnik besar, yaitu Muslim asal India, Khasmir, Tibet, dan Muslim asli Nepal yang sebelumnya pindah agama dari Hindu ke Islam. Ada pula Muslim Nepal gunung. Sehari-hari mereka memang tinggal di kawasan pegunungan.
Kondisi Muslim di Nepal semakin baik pada 1990, ketika terjadi transformasi politik di negeri ini dari sistem monarki Hindu ke sistem demokrasi multipartai. Pada masa itu, dikeluarkan undang-undang yang menjamin adanya kesetaraan tanpa diskriminasi agama, ras, jenis kelamin, kasta, suku, ataupun ideologi.
Dengan undang-undang ini, terhapuslah superioritas Hindu selama berabad-abad di negeri itu. Hasilnya, 31 pemimpin Muslim untuk pertama kalinya dapat ikut serta dalam kancah politik Nepal.
Pada pemilu 1991, sebanyak lima pemimpin Muslim berhasil terpilih. Mereka masuk dalam jajaran anggota Kongres Nepal dan kabinet. Muslim Nepal juga berjuang mendapatkan hak atas 10 persen jatah kursi di parlemen dan meminta pengesahan hari besar Islam sebagai hari libur nasional.
Komunitas Muslim juga mengharap dilibatkan dalam proses pembangunan kembali negara yang hancur lebur karena perang saudara itu. Harapan tersebut diutarakan menjelang sidang Majelis Konstituen Nepal untuk menyusun konstitusi baru selepas negara itu menghapuskan sistem monarki pada 2008 lalu.
Di ibu kota Nepal, Kathmandu, kini berdiri dua masjid besar yang berlokasi di kawasan bergengsi di pusat kota, tak jauh dari bekas Istana Raja Nepal. Dua masjid besar tersebut adalah Masjid Kashmiri Taqiya dan Masjid Jami’ Kathmandu.
Masjid Khasmiri atau Masjid Khasmiri Pancha Taqiya dibangun pertama kali oleh seorang ulama Khasmir pada 1524 M pada masa pemerintahan Raja Rama Malla (1484-1520). Masjid ini merupakan masjid pertama dan terbesar di Nepal.
Masjid yang sudah berumur lebih dari 480 tahun ini sempat mengalami kerusakan parah akibat serangan sekitar 4.000 massa pada 1 September 2004. Serangan tersebut terjadi menyusul insiden terbunuhnya 12 pekerja Nepal yang diculik milisi bersenjata di Irak.
Warga Nepal kemudian melampiaskan kemarahan atas insiden tersebut dengan menyerang Masjid Khasmiri Takiya. Mereka merusak dan menyeret keluar perabotan masjid serta membakar ruangan utama Masjid Khasmiri. Beruntung aksi tersebut berhasil dibubarkan oleh pasukan polisi antihuru-hara Nepal hingga tindak anarkistis tersebut tak meluas.
Meski dibangun dan dikelola Muslim Khasmir, masjid ini terbuka untuk semua kalangan. Khotbah Jumat disampaikan dalam bahasa Arab. Jabatan imam saat ini dipegang oleh Ali Manzar. Di saat penyelenggaraan shalat Jumat dan dua shalat hari raya, masjid ini penuh sesak oleh jamaah pria sampai ke atap dan areal sekitar masjid.
Sementara itu, Masjid Jami’ dibangun oleh Muslim dari India pada 1641-1674, kemudian direnovasi total oleh Putri Begum Hazrat Mahal pada 1857. Masjid Jami’ Nepal berada di sebelah selatan Masjid Kashmiri Taqiya, hanya terpisah beberapa blok bangunan.
Secara tradisi, masjid ini merupakan masjid Sunni, namun tetap terbuka untuk umum. Dalam penyelenggaraan ibadah, masjid ini juga menggunakan bahasa Arab. Imam masjid saat ini dijabat oleh Hammad Fareed.
Kedua masjid tersebut, seperti halnya masjid-masjid lainnya di Nepal, memiliki peran sentral bagi umat Islam. Ia menjadi semacam pusat komunitas umat Islam. Di Nepal, masjid biasanya dilengkapi dengan madrasah dan kawasan niaga.
Di sekitar masjid biasanya dengan mudah ditemukan toko-toko yang menjual berbagai kebutuhan umat Islam, termasuk rumah makan halal. Selama Bulan Suci Ramadhan, pengurus masjid menyediakan makanan untuk berbuka puasa bagi jamaah masjid
Kini, semakin banyak pula organisasi Islam yang tumbuh di Nepal. Salah satu organisasi yang berupaya meningkatkan pendidikan umat Islam di Nepal adalah Persatuan Islam (Islami Sangh).
Atas jasa organisasi-organisasi Islam ini pula kini Muslim Nepal bisa memiliki kitab suci Alquran terjemahan bahasa Nepal sebagai upaya penyebaran dakwah di kalangan umat Islam di sana.
Alquran terjemahan berbahasa Nepal terdiri dari 1.168 halaman. Untuk tahap pertama, Alquran terjemahan ini dicetak lebih dari 5.000 eksemplar, 2.500 di antaranya dikirim ke New Delhi (India), Buthan, dan Myanmar.