Senin 02 Nov 2020 07:14 WIB

KSP: Daya Beli Masyarakat Bisa Dijaga tanpa Kenaikan UMP

Kenaikan UMP dengan membandingkan kondisi 1998 juga tidak relevan.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Indira Rezkisari
Buruh pabrik berjalan meninggalkan area pabrik. Tuntutan kenaikan upah minimum provinsi sesuai keinginan buruh dinilai KSP bukan langkah tepat di saat pandemi Covid-19.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Buruh pabrik berjalan meninggalkan area pabrik. Tuntutan kenaikan upah minimum provinsi sesuai keinginan buruh dinilai KSP bukan langkah tepat di saat pandemi Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tenaga Ahli Utama Deputi III Bidang Perekonomian Kantor Staf Presiden (KSP) Edy Priyono mengatakan, tak menaikkan upah minimum 2021 merupakan langkah tepat di tengah pandemi Covid-19. Lagipula, naiknya upah minimum bukan satu-satunya cara untuk menjaga daya beli masyarakat.

"Poin saya adalah bahwa menjaga daya beli itu tidak harus dilakukan berdasarkan upah minimum," ujar Edy dalam diskusi daring, Ahad (1/11).

Baca Juga

Ia mengatakan, membandingkan antara kondisi 2020 dengan 1998-1999 sebagai dasar menuntut upah minimum naik tidak relevan. Sebab pemerintah saat ini berpegang pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

"Upah minimum didasarkan laju pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi. Aturannya sudah beda, saya tidak mau membandingkan itu karena itu tidak apple to apple, level regulasi beda," ujar Edy.

Meski tak menaikkan upah minimum 2021, pemerintah memiliki program sosial selama pandemi Covid-19. Anggaran sebesar Rp 239 triliun digelontorkan untuk program tersebut, yang salah satu tujuannya untuk meningkatkan daya beli masyarakat.

"Termasuk di dalamnya subsidi upah. Bahwa ada kekurangan dan sebagainya bisa diperbaiki," ujar Edy.

Dalam acara diskusi yang sama, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal mengatakan bahwa pihaknya tak setuju jika tidak ada kenaikan upah minimum pada 2021. Untuk itu, ia mengusulkan adanya kenaikan maksimal delapan persen.

“Kami tawarkan (maksimal) delapan persen kenaikan upah untuk menjaga konsumsi, tetapi sekali lagi itu dirasa memberatkan, kita bisa membikin degradasi. Tapi tidak nol persen,” ujar Said Iqbal.

Menurutnya, kenaikan upah di antara dua hingga delapan persen dimaksudkan untuk menjaga daya beli dan konsumsi masyarakat. Namun, kenaikan tetap harus mempertimbangkan kemampuan kabupaten/kota dan perusahaan.

“Kami tolak total kalau nol persen karena akan membuat konsumsi turun. Grade-nya antara dua sampai delapan persen, kami harapkan delapan persen untuk menjaga tingkat daya beli dan konsumsi,” ujar Said Iqbal.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement