Senin 02 Nov 2020 09:24 WIB

Raja Thailand Angkat Bicara, Mau Kompromi dengan Demonstran

Pernyataan Raja Thailand dianggap basa-basi oleh pemimpin demonstran

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nur Aini
 Raja Thailand Maha Vajiralongkorn Bodindradebayavarangkun (kiri) dan Ratu Thailand Suthida (kanan) menyapa para pendukung di luar Istana Agung setelah upacara Buddha untuk mendiang Raja Chulalongkorn, atau Raja Rama V, di Bangkok, Thailand, 23 Oktober 2020. Tanggal 23 Oktober, menandai peringatan kematian Raja Thailand Chulalongkorn, yang meninggal dunia pada tahun 1910.
Foto: EPA-EFE/NARONG SANGNAK
Raja Thailand Maha Vajiralongkorn Bodindradebayavarangkun (kiri) dan Ratu Thailand Suthida (kanan) menyapa para pendukung di luar Istana Agung setelah upacara Buddha untuk mendiang Raja Chulalongkorn, atau Raja Rama V, di Bangkok, Thailand, 23 Oktober 2020. Tanggal 23 Oktober, menandai peringatan kematian Raja Thailand Chulalongkorn, yang meninggal dunia pada tahun 1910.

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Raja Thailand, Maha Vajiralongkorn, menyatakan tetap menyayangi para pengunjuk rasa yang meminta kekuasan monarki dikurangi dan menyatakan negaranya membuka kompromi, Ahad (1/11). Itu menjadi komentar publik pertamanya setelah berbulan-bulan protes terjadi. 

Raja menanggapi pertanyaan dari Channel 4 News saat melakukan jalan-jalan santai dengan ribuan royalis berkemeja kuning. Ketika ditanya apa yang akan dia katakan kepada para pengunjuk rasa, dia berkata "Kami mencintai mereka semua sama." 

Baca Juga

Saat Raja kembali ditanya perihal ruang untuk kompromi dengan demonstran, dia mengisyaratkan ada kemungkinan. "Thailand adalah tanah kompromi," ujarnya. 

Salah satu pemimpin protes, Jutatip Sirikhan, mengatakan pernyataan Raja seperti basa-basi.“Saya merasa itu hanya kata-kata. Kata kompromi adalah kebalikan dari apa yang sebenarnya terjadi ... seperti pelecehan dan penggunaan kekerasan dan penggunaan hukum," ujarnya. 

Istana tidak memberikan komentar resmi atas protes yang dimulai dengan meminta pencopotan Perdana Menteri, Prayuth Chan-ocha. Kemudian unjuk rasa menuntut pembatasan kekuasaan Raja Vajiralongkorn. Para pengunjuk rasa ingin membalikkan perubahan yang memberinya kendali pribadi atas beberapa unit tentara dan kekayaan istana yang bernilai puluhan miliar dolar.

Demonstran pun mengkritik masa tinggal Raja terlalu di Jerman sebagai pemborosan. Mereka menuduh monarki memungkinkan dominasi militer selama beberapa dekade dengan menerima kudeta seperti yang terjadi ketika Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha mengambil alih kekuasaan pada 2014.

Desakan pengunjuk rasa pun mendapatkan perlawanan dari kelompok royalis. Pemimpin royalis, Warong Dechgitvigrom, yang telah berusaha mengumpulkan orang untuk melawan para pengunjuk rasa, mengatakan raja telah menyuruhnya untuk membantu menyebarkan kebenaran. 

Pemerintah Prayuth melarang protes bulan lalu dan menangkap banyak pemimpin terkenal. Namun, langkah itu menjadi tindakan darurat dibatalkan setelah mereka menjadi bumerang dengan menarik lebih banyak orang ke jalan-jalan Bangkok. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement