Senin 02 Nov 2020 15:36 WIB

'Irjen Napoleon Sebut Minta Uang untuk Petinggi Kita'

Jaksa mengatakan Napoleon mengatakan uang bukan buat dirinya sendiri.

Red: Ratna Puspita
Terdakwa kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra, Irjen Pol Napoleon Bonaparte (kiri) berbincang dengan kuasa hukumnya dalam sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (2/11/2020). Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri itu didakwa menerima suap 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar AS dalam kasus penghapusan nama Joko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO) Interpol.
Foto: ANTARA/Sigid Kurniawan
Terdakwa kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra, Irjen Pol Napoleon Bonaparte (kiri) berbincang dengan kuasa hukumnya dalam sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (2/11/2020). Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri itu didakwa menerima suap 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar AS dalam kasus penghapusan nama Joko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO) Interpol.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte disebut meminta uang suap dari Joko Tjandra untuk diberikan ke 'petinggi kita'. Menurut jaksa, Napoleon mengungkap hal itu ketika hendak menolak sejumlah uang.

"Terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte tidak mau menerima uang dengan nominal tersebut dengan mengatakan 'Ini apaan nih segini, ga mau saya. Naik ji jadi 7 ji soalnya kan buat depan juga, bukan buat saya sendiri. Yang nempatin saya kan beliau dan berkata 'petinggi kita ini'," kata jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung Zulkipli di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (2/11).

Baca Juga

Napoleon mengungkapkan hal itu kepada rekan Joko Tjandra, Tommy Sumardi pada 27 April 2020 di ruang Kadihubinter. "Selanjutnya sekitar pukul 16.02 WIB Tommy Sumardi dan Brigjen Prasetijo Utomo dengan membawa 'paper bag' warna gelap meninggalkan gedung TNCC Mabes Polri," kata jaksa Zulkipli.

Awalnya pada April 2020, Djoko Tjandra selaku terpidana kasus korupsi Bank Bali yang dijatuhi hukuman pidana penjara selama dua tahun ingin masuk ke Indonesia untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Sebab, Djoko mendapat informasi bahwa "Interpol Red Notice" atas dirinya telah dibuka Interpol Pusat di Lyon, Prancis.