REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah pemilik UMKM mengaku terbantu dengan adanya restrukturisasi kredit yang diberikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kelonggaran kredit ini bisa membantu meringankan para pelaku UMKM di tengah tekanan ekonomi akibat virus corona.
Aturan restrukturisasi kredit tertuang dalam Peraturan OJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian sebagai Kebijakan Countercyclical. Restrukturisasi kredit bisa diberikan kepada sejumlah debitur termasuk UMKM.
Salah seorang debitur Muhammad Khoiruddin (33 tahun) memiliki pengalaman usaha yang dirintisnya mengalami penurunan lebih dari 75 persen akibat pandemi. Khoiruddin menekuni bisnis bidang perabotan dan interior sejak 2008.
Menurutnya akibat pandemi kerugian perusahaan mencapai Rp 200 juta per bulan. Khoruddin memiliki omzet sekitar Rp 400 juta per bulan sebelum pandemi.
“Awal pandemi (Maret) penurunan omzet bisa 75 persen dan keuntungan menurun sekitar Rp 100 juta sampai Rp 200 juta per bulan,” ujarnya ketika dihubungi Republika.
Oleh karena itu, dirinya mengajukan restrukturisasi kredit untuk penangguhan pembayaran pokok dan bunga serta perpanjangan jangka waktu kredit. Hal ini perlu dilakukan dirinya karena harus membayar gaji karyawannya sebanyak 25 orang. “Karyawan 20 orang sampai 25 orang, saat pandemi 10 orang,” ucapnya.
Lalu, dia pun berinisiatif mendatangi kantor PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) (Persero) Tbk untuk menjelaskan kondisi bisnisnya yang tidak memungkinkan untuk membayar cicilan kredit. Keringanan kredit pun dia ajukan. Akhirnya dalam proses yang relatif cepat, Khoiruddin berhasil memperoleh restrukturisasi kredit.
Dia diberi penangguhan pembayaran pokok dan bunga, serta perpanjangan jangka waktu kredit selama 12 bulan. Proses pengajuan keringanan kredit diakui Khoiruddin hanya memakan waktu sekitar 14 hari.
“Adanya relaksasi cukup berasa tapi bantuan yang lain tidak ada. Relaksasi diajukan pada April 2020, prosesnya dua minggu,” ucapnya.
Beruntung di tengah pandemi Covid-19, pemerintah melalui OJK memberikan kebijakan relaksasi kredit maksimal satu tahun bagi pelaku UMKM yang usahanya terkena dampak pandemi ini. Bahkan terbaru OJK resmi memperpanjang program restrukturisasi kredit hingga Maret 2022.
“Angin segar (perpanjangan restrukturisasi kredit) bagi UMKM karena adanya restrukturisasi kredit bisa menjaga cash flow bisnis,” ucapnya.
Sementara Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan perpanjangan tersebut dilakukan setelah memperhatikan asesmen terakhir yang dilakukan. OJK terkait debitur restrukturisasi sejak diputuskannya rencana memperpanjang relaksasi ini pada saat Rapat Dewan Komisioner OJK pada 23 September 2020.
“Perpanjangan relaksasi restrukturisasi ini sebagai langkah antisipasi untuk menyangga terjadinya penurunan kualitas debitur restrukturisasi. Namun kebijakan perpanjangan restrukturisasi diberikan secara selektif berdasarkan asesmen bank untuk menghindari moral hazard agar debitur tetap mau dan mampu melakukan kegiatan ekonomi dengan beradaptasi di tengah masa pandemi ini,” ujarnya.
OJK segera memfinalisasi kebijakan perpanjangan restrukturisasi ini dalam bentuk POJK termasuk memperpanjang beberapa stimulus lanjutan yang terkait antara lain pengecualian perhitungan aset berkualitas rendah (loan at risk) dalam penilaian tingkat kesehatan bank, governance persetujuan kredit restrukturisasi, penyesuaian pemenuhan capital conservation buffer dan penilaian kualitas Agunan yang Diambil Alih (AYDA) serta penundaan implementasi Basel III.
Adapun realisasi restrukturisasi kredit sektor perbankan per 28 September 2020 sebesar Rp 904,3 triliun untuk 7,5 juta debitur. Sedangkan non performing loan (NPL) pada September 2020 sebesar 3,15 persen menurun dari bulan sebelumnya sebesar 3,22 persen.
“Untuk menjaga prinsip kehati-hatian, bank juga telah membentuk cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) yang dalam enam bulan terakhir menunjukkan kenaikan,” ucapnya.
Ke depan OJK terus mencermati dinamika dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga kestabilan sektor jasa keuangan guna mendukung pemulihan ekonomi nasional. Adapun relaksasi dalam POJK 11 tersebut terdiri dari, pertama, penilaian kualitas kredit/pembiayaan/penyediaan dana lain hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga untuk kredit sampai Rp 10 miliar.
Kedua, restrukturisasi dengan peningkatan kualitas kredit/pembiayaan menjadi lancar setelah direstrukturisasi. Ketentuan restrukturisasi ini dapat diterapkan bank tanpa batasan plafon kredit.