REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Kementerian Sosial RI mewujudkan amanat pemenuhan hak-hak Penyandang Disabilitas (PD) dalam bentuk Program Rehabilitasi Sosial bagi Penyandang Disabilitas untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan fungsi sosial secara wajar. Pelayanan sosial terpadu dan berkelanjutan (one stop service/single window service) ini merupakan perubahan paradigma baru bagi layanan Kemensos dalam penanganan masalah PD.
Kasubdit Rehsos Penyandang Disabilitas Intelektual, Sumiatun menjelaskan, permasalahan disabilitas merupakan cross cutting issue yang perlu mendapatkan penanganan secara komprehensif dan multisektoral dari berbagai unsur termasuk dunia usaha.
"Kemensos sangat mendukung program Enklude dalam hal pemberdayaan PD dengan peningkatan keterampilan kerja, mendapatkan kerja sehingga mereka dapat mandiri dengan penghasilan sendiri," kata Sumiatun dalam rapat hari ini yang diselenggarakan oleh Enklude di Holiday Inn Jakarta.
Kemensos memilki 19 balai penyandang disabilitas tersebar di berbagai wilayah yg memberikan layanan Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) PD dan sentra layanan sosial sebagai wujud negara hadir. ATENSI PD sebagai cara merespon permasalahan penyandang disabilitas mulai dari anak hingga lansia yang dikatakan sebagai penanganan berbasis siklus kehidupan.
Pelaksanaan ATENSI dilakukan dengan pendekatan berbasis keluarga, komunitas dan residential. "Layanan berbasis komunitas yang sudah kita berdayakan bersama masyarakat dan pemerintah daerah seperti Sheltered Workshop sudah ada sebanyak krg lebih 20 an tersebar di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Yogyakarta," kata Sumiatun.
Sheltered Workshop merupakan upaya Kemensos dalam memberikan kesempatan kerja dan perlindungan bagi penyandang disabilitas melalui bimbingan aktivitas sehari-hari, keaktifan sosial, dan keterampilan untuk usaha ekonomi produktif.
Hal tersebut didukung oleh program nklude sebagai lembaga sosial yang memiliki misi memberikan penyatuan (inclusivity) dan kesinambungan (sustainable) agar terbentuk keseimbangan bagi penyandang disabilitas. “Program kemitraan Enklude melalui pemberdayaan penyandang disabilitas untuk meningkatkan kemampuan kerja dan inklusi mereka di pasar tenaga kerja Indonesia, serta di seluruh dunia, “ ungkap Havishyan Thakral dari Enklude.
Havishyan menyampaikan alasan pentingnya pemberdayaan penyandang disabilitas antara lain adanya satu juta orang penyandang disabilitas di dunia yang menderita karena stigma dan diskriminasi yang dilakukan masyarakat. Kondisi ini mengakibatkan mereka sedikiti memiliki kesempatan kerja, training dan pendidikan.
"Enklude berharap dengan adanya program kami, penyandang disabilitas memiliki keterampilan kerja, mendapat kerja sehingga bisa mandiri dengan penghasilan sendiri. Selanjutnya, mereka bisa menjadi role model atau teladan bahkan pemimpin diantara penyandang disabilitas, "ujar Havishyan.
Enklude telah melaksanakan seleksi terhadap perusahaan yang akan menampung tenaga kerja penyandang disabilitas dengan syarat bisa dipercaya dan membuat nyaman bagi tenaga kerja penyandang disabilitas.
"Bentuk kerjasama Kemensos dengan Enklude bisa berupa peningkatan kesadaran bahwa penyandang disabilitas perlu diberi kesempatan kerja, mempromosikan hak-hak penyandang disabilitas dan dukungan kepada penyandang disabilitas. Bahkan, kami akan mempromosikan kepada dunia bahwa Indonesia inklusif dalam layanan penyandang disabilitas," kata Havishyan.
Co-Founder Enklude, Kavita Thakral meyakinkan bahwa penyandang disabilitas intelektual jika di training lebih fokus. "Enklude akan memilih perusahaan yang sesuai kemampuan penyandang disabilitas dengan adanya mentor yang mendampingi sehingga dipastikan aman. Walaupun terbuka bagi penyandang disabilitas jenis lain, namun berdasar pengalaman di Singapura dan hasil wawancara bahwa penyandang disabilitas intelektual bisa dijadikan prioritas," terang Kavita.
Kemensos sangat mendukung program pemberdayaan penyandang disabilitas yang siap kerja sesuai permintaan perusahaan melalui program yang telah dijalankan selama ini, antara lain melalui balai-balai rehabilitasi sosial penyandang disabilitas. Namun, yang harus menjadi perhatian semua pihak adalah terkait pengaturan jam kerja bagi tenaga kerja penyandang disabilitas intelektual harus flexible.