REPUBLIKA.CO.ID, oleh Arif Satrio Nugroho, Antara
Pada Senin (2/11) malam Presiden Joko Widodo menandatangani draf Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) menjadi UU Ciptaker dengan Nomor 11 Tahun 2020. Meski telah menjadi undang-undang, publik menyoroti masih adanya kesalahan dalam pasal di dalamnya.
Anggota Badan Legislasi dari Fraksi PDI Perjuangan Arteria Dahlan mempertanyakan adanya kejanggalan dalam UU Ciptaker yang ditemukan setelah aturan itu diundangkan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Arteria bahkan mencurigai ada pihak-pihak yang ingin memperkeruh keadaan.
"Karena dari DPR drafnya sudah rapi, pertama poinnya itu. Yang kedua, kita juga sudah mencermati dengan detail, masa pada lembar pertama bagian pertama saja sudah keliru, nggak masuk akal. Saya curiga, jangan-jangan ada motif memperkeruh ini diusut tuntas ini urusan serius," kata Arteria saat dihubungi melalui sambungan telepon, Selasa (3/11).
Arteria mengeklaim, tidak ada kesalahan dalam naskah UU Cipta Kerja yang diperiksa Fraksi PDI Perjuangan di DPR dalam Tim Perumus (Timus) dan Tim Sinkronisasi (Timsin) yang kemudian diserahkan ke pemerintah. Namun, setelah diterima Sekretariat Negara (Setneg), kesalahan justru bermunculan.
"Tapi, setelah diutak-atik dan disempurnakan kembali ternyata kok kembali lagi ini. Ini lagi saya tanyakan ke pihak pemerintah, saya katakan, ini tidak boleh terjadi dan ada agenda apa ini yang semakin membuat keruh," ujar dia.
Arteria juga mengeklaim bahwa draf yang diberikan kepada Jokowi justru bukan draf final yang sudah bebas dari kesalahan. "Kok yang final diberikan ke Presiden justru hasilnya yang tidak final apakah ini disengaja. Kalau ini disengaja, saya akan melakukan upaya serius terkait dengan seperti ini. Kasian Pak Jokowinya lah, Pak Jokowi dibebankan hal-hal yang tidak perlu dan penting," kata dia.
Arteria kembali mengatakan bahwa draf yang digarap oleh DPR sudah rapi dan bebas dari kesalahan. Namun, justru kesalahan ditemukan. Padahal, UU Ciptaker ini sudah ditandatangani dan diberi nomor oleh Jokowi.
Arteria pun meminta Sekretariat Negara memberikan seluruh UU Cipta Kerja agar disisir kembali oleh Badan Legislasi DPR RI. Saat ditanya apakah prosedur penyisiran ulang oleh Baleg itu diperbolehkan, Arteria berdalih bahwa tindakan ini diperlukan untuk 'kepentingan yang lebih besar'.
"Bukan boleh tidak boleh, ini kan undang-undang ini ada namanya atas asas prinsip kemanfaatan dan harus sempurna," katanya.
Kejanggalan yang ditemukan dalam halaman 6 UU bernomor 11 tahun 2020 itu pun dipersoalkan PKS. "Pasal 6 jadi satu ketentuan yang merujuk pada pasal 5, di situ tidak ada, maksudnya merujuk ke mana itu?" ujar anggota Badan Legislasi DPR RI Bukhori Yusuf saat dihubungi.
Berdasarkan dokumen salinan UU Nomor 11 tahun 2020 yang diunduh Republika.co.id dari laman jdih.setneg.go.id Bab III tentang Peningkatan Ekosistem Investasi dan Kegiatan Berusaha Bagian Kesatu Umum, Pasal 6 berbunyi:
"Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a meliputi...."
Bunyi pasal 6 tersebut merujuk pada Pasal 5 ayat (1) huruf a. Padahal, dalam dokumen UU nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja itu, dalam Pasal 5, tidak terdapat huruf a maupun ayat 1. Pasal 5 UU 11/2020 hanya berbunyi:
"Ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi bidang hukum yang diatur dalam undang-undang terkait." demikian bunyi pasal tersebut tanpa adanya angka dan huruf di bawahnya.
Dalam draf akhir dari Setneg yang berjumlah 1.187 halaman, kejanggalan yang sama persis ternyata sudah ada. Namun, setelah ditandatangani Presiden pun kesalahan itu tetap bertahan.
Menurut Bukhori, Berdasarkan aturan pembentukan perundang-undangan, bagaimanapun, Setneg juga tak berwenang melakukan pengubahan. "Tidak hanya itu, sebenarnya banyak. PKS telah sandingkan naskah 812, 905, 1.187, ini kan yang ditandatangani Presiden naskah 1.187 yang telah dilakukan perubahan oleh setneg. Nah semestinya setneg itu bukan pihak yang memiliki kewenangan untuk mengubah meski hanya titik koma sekalipun, tapi kan faktanya tidak demikian," ujar Bukhori menegaskan.
Bukhori menambahkan, PKS akan membeberkan temuan-temuan lain terkait kejanggalan-kejanggalan lainnya yang ditemukan dalam UU Cipta Kerja. "Kita akan berikan suatu fakta yang kita temukan sebagai pemblajaran politik kepada publik agar publik tahu bahwa sesungguhnya proses pembuatan itu demikian tapi faktanya terhadap UU yang sudah disahkan demikian," ujar dia.
Juru bicara Presiden Fadjroel Rachman mengatakan, UU Ciptaker merupakan undang-undang untuk seluruh rakyat Indonesia. Fadjroel dalam siaran persnya mengatakan, Presiden secara resmi menandatangani naskah UU Cipta Kerja pada tanggal 2 November 2020 menjadi UU Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Dia mengatakan UU tersebut diundangkan dalam lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2020 Nomor 245. "Alhamdulillah, terimakasih sebesar-besarnya kepada seluruh rakyat Indonesia dan puji syukur kepada Allah SWT," ujarnya.
Presiden Joko Widodo telah menandatangani Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja sehingga resmi menjadi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Dilihat dari laman setneg.go.id, UU No 11 tahun 2020 tersebut ditandatangani pada Senin, 2 November 2020 dengan nomor Lembaran Negara (LN) 245 dan nomor Tambahan Lembar Negara (TLN) 6673.
Total halaman undang-undang tersebut berjumlah 1.187 halaman seperti yang terakhir disampaikan oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno.
Terdapat total XV bab dalam UU tersebut antara lain peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha; ketenagakerjaan; kemudahan, perlindungan dan pemberdayaan koperasi dan UMKM; kemudahan berusaha; kebijakan fiskal nasional; dukungan riset dan inovasi.
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) pimpinan Andi Gani Nena Wea menyatakan telah mendaftarkan uji materi UU Ciptaker Nomor 11 Tahun 2020. "Pendaftaran gugatan Judicial Review UU Cipta Kerja nomor 11/2020 sudah resmi tadi pagi didaftarkan ke MK di bagian penerimaan berkas perkara," kata Presiden KSPI Said Iqbal melalui pesan singkat.
Iqbal menegaskan, KSPI bersama buruh Indonesia secara tegas menyatakan menolak dan meminta agar undang-undang tersebut dibatalkan atau dicabut. “Setelah kami pelajari, isi undang-undang tersebut khususnya terkait klaster ketenagakerjaan hampir seluruhnya merugikan kaum buruh,” kata dia. '
Menurut kajian dan analisa yang dilakukan KSPI secara cepat setelah menerima salinan UU No 11 Tahun 2020 khususnya klaster ketenagakerjaan, ditemukan banyak pasal yang merugikan kaum buruh. Selain melakukan upaya konstitusional melalui jalur Mahkamah Konstitusi, KSPI juga akan melakukan melanjutkan aksi-aksi dan mogok kerja sesuai dengan hak konstitusional buruh yang diatur dalam undang-undang dan berasifat anti kekerasan (non violence).
“Kami juga menuntut DPR untuk menerbitkan legislatif review terhadap UU No 11 tahun 2020 dan melakukan kampanye/sosialisasi tentang isi pasal UU No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang merugikan kaum buruh tanpa melakukan hoaks atau disinformasi,” tegas Said Iqbal.