REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penelitian terbaru menunjukkan pasien yang terinfeksi virus corona jenis baru (COVID-19) memiliki kekebalan setidaknya selama enam bulan setelah infeksi, bahkan ketika antibodi tidak terdeteksi. Ini menunjukkan harapan lebih lanjut terhadap perlindungan jangka panjang.
Ilmuwan dari Public Health England (PHE) dan University of Birmingham menemukan bahwa sel-T memori ada pada setiap orang panyintas covid-19 yang mereka uji. Penelitian tersebut dilakukan hanya seminggu setelah penelitian dari Imperial College menunjukkan bahwa kekebalan dapat berkurang hanya dalam beberapa bulan.
Namun, para peneliti menemukan sel-sel kekebalan tetap ada bahkan ketika antibodi telah turun ke tingkat yang begitu rendah sehingga antibodi tidak dapat lagi dideteksi. Ini menunjukkan lebih banyak orang yang mungkin terinfeksi virus corona jenis baru, dibanding yang diperkirakan sebelumnya.
Namun, mereka dilaporkan telah kehilangan respons antibodi, sehingga tidak muncul dalam pengujian pengawasan atau lebih lanjut. Ini juga memberikan harapan yang lebih besar bahwa vaksin akan menghasilkan kekebalan jangka panjang.
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa SARS, virus yang mirip dengan virus corona dapat menyebabkan respons sel-T yang berlangsung selama 10 tahun. Tetapi, tidak diketahui apakah respons seluler juga terjadi pada COVID-19.
"Kekebalan seluler adalah bagian yang kompleks tetapi berpotensi sangat signifikan dari teka-teki COVID-19,” ujar Shamez Ladhani, konsultan epidemiologi di PHE dan penulis studi tersebut, dilansir NZ Herald, Selasa (3/11).
Ladhani mengatakan hasil awal menunjukkan bahwa respons sel-T mungkin bertahan lebih lama dari respons antibodi awal. Ini dapat berdampak signifikan pada pengembangan vaksin COVID-19 dan penelitian tentang kekebalan. Studi ini menguji 100 pekerja di NHS yang terinfeksi virus corona jenis baru, namun tidak menunjukkan gejala atau memiliki penyakit yang sangat ringan.
Para peneliti menemukan bahwa respons sel-T 50 persen lebih tinggi pada orang yang bergejala. Ini berarti individu tanpa gejala tidak akan terlindungi di masa depan atau hanya karena mereka mampu melawan penyakit dengan lebih efisien.
Para penulis mengatakan bahwa bahkan ketika antibodi tampaknya telah hilang, mereka mungkin masih ada dalam jumlah yang sedikit dan dapat dipicu dengan cepat, jika terjadi infeksi baru.
"Sepengetahuan kami, penelitian kami adalah yang pertama di dunia yang menunjukkan kekebalan seluler yang kuat tetap pada enam bulan setelah infeksi pada individu yang mengalami infeksi ringan, sedang atau asimtomatik COVID-19,” ucap Paul Moss, profesor, sekaligus pimpinan Konsorsium Imunologi Coronavirus Inggris dari Universitas Birmingham.
Ladhani mengatakan kemungkinan ada sekelompok orang yang tertular virus corona tetapi tidak pernah mengembangkan respons antibodi. Pengujian kekebalan sel-T mungkin menjadi penanda yang lebih baik untuk mengetahui berapa banyak orang yang terjangkit virus corona jenis baru.