REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Presiden Joko Widodo, resmi meneken UU Cipta Kerja pada 2 November 2020. Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Bekasi Raya, Fajar Winarno, menuturkan, hal itu menjadi sejarah kelam bagi kaum buruh.
Fajar menyebut, ditekennya UU sapu jagat itu, sama saja mengartikan kalau pemerintah tidak mau mendengarkan jeritan serta aspirasi rakyatnya. "Dengan ditekennya UU Ciptaker, ini menjadi sejarah kelam bagi masyarakat buruh, bukti bahwa pemerintah tidak mau mendengarkan jeritan aspirasi dari rakyatnya," ujar Fajar saat dihubungi, Selasa (3/11).
Fajar menuturkan, dalam hari-hari ke depan, buruh akan semakin berhadapan dengan ketidakpastian nasib. Hal itu berkenaan dengan status aturan kontrak kerja, upah hingga mudahnya pemutusan hubungan kerja. UU Ciptaker disebut akan semakin mendegradasi ketentuan Undang-Undang yang sudah ada.
"Selama ini, sebelum ada UU saja sudah kesulitan. Jelas UU ini mendegradasi ketentuan UU yang sudah ada," ungkapnya.
Dia mengatakan, jika tujuannya adalah menarik investor, seyogianya pemerintah juga tak dapat mengabaikan hak-hak buruh. Ditandatanganinya UU Ciptaker oleh Jokowi itu, dinilainya sebagai kemenangan bagi pengusaha yang selama ini mengharapkan lahirnya UU Ciptaker.
"Ini kemenangan bagi pengusaha yang selama ini emang mengharapkan lahirnya UU yang mudahnya rekrut tenaga kerja tanpa status tetap, bayar upah murah tanpa dibebani pesangon," ujarnya.
Fajar menyebut, ke depan akan menjadi hari-hari yang gelap bagi buruh. Selain itu, masih kata Fajar, perjuangan buruh yang selama ini diupayakan akan semakin sulit di rezim ini.
Sebelumnya, pada Senin (2/11), Jokowi meneken naskah UU yang diteken setebal 1.187 halaman dan sudah bisa diakses publik di website resmi Sekretariat Negara (Setneg) setneg.go.id.