REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pandemi Covid-19 telah mengubah platform konferensi video menjadi sangat penting baik untuk pekerjaan dan komunikasi pribadi. Selama pandemi, cara konfrensi video banyak diandalkan untuk mengadakan rapat online. Terlebih setelah adanya larangan jaga jarak atau social distancing.
Tak heran, hampir semua sektor dipaksa untuk melakukan transformasi digital dan inovasi teknologi untuk mendukung produktivitas. Mulai dari belajar, bekerja, berbelanja, hingga berobat, semua memanfaatkan layanan teknologi jarak jauh.
Namun kepopuleran platform konferensi video tidak dibarengi dengan sisi keamanan dan kenyamanan penggunannya. Masalah terbesar adalah pemakaian data pengguna tanpa izin. Selain itu, permasalahan bandwith dan koneksi juga menjadi penting, terlebih di daerah 3T (terdepan, terpencil, tertinggal).
Kini telah hadir Jumpa.id sebuah layanan konferensi video buatan anak bangsa. Kehadiran Jumpa.id ditandai dengan diskusi dan talkshow “Inovasi Teknologi di Masa Pandemi: Solusi untuk Negeri”, Senin (2/10). Hadir menjadi pembicara dalam diskusi tersebut dua direktur jenderal dari dua kementerian, yakni Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Prof Nizam, dan Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Aptika) Kementerian Komunikasi dan Informatika Samuel Abrijani Pangerapan.
Dalam sambutannya, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud, Prof Nizam, mengatakan banyak inovasi yang lahir selama pandemi Covid-19. Menurutnya, tidak hanya proses belajar mengajar yang bertranformasi, tetapi juga menumbuhkan kegiatan kemahasiswaan dan inovasi untuk membantu menghadapi pendemi Covid-19.
"Di tengah pandemi Covid-19 ini, kampus mampu melakukan tranformasi pembelajaran, dan kegiatan mahasiswa lain seperti bergabung dalam relawan kesehatan secara daring, KKN tematik, kampus mengajar, duta perubahan perilaku, kampus merdeka, dan lainnya," ungkap Nizam dalam talkshow Inovasi Teknologi di Masa Pandemi: Solusi untuk Negeri yang diselenggarakan melalui Jumpa.id.
Salah satu inovasi teknologi yang dikembangkan oleh perguruan tinggi di bidang kesehatan adalah robot pintar yang diciptakan untuk membantu tenaga medis dalam memberikan perawatan terhadap pasien Covid-19. Selain itu, ada juga ventilator, masker, dan alat kesehatan lainnya yang digunakan untuk menghadapi pandemi Covid-19.
"Kami terus mendorong agar inovasi ini terus terjadi, dan perguruan tinggi kami harapkan menjadi tulang punggung inovasi," tambah Nizam dalam siaran persnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerinan Kominfo Samuel Abrijani Pangerapan mengatakan, untuk mendukung proses tranformasi digital, pemerintah tengah meyusun Peta Jalan Indonesia Digital Nation untuk mempercepat transformasi digital di Indonesia.
Menurut Semuel, peta jalan tersebut membahas berbagai upaya seperti penyediaan infrastruktur, pembuatan aplikasi, menyiapkan regulasi, melakukan pengendalian, dan pengadopsian teknologi pendukung, untuk mempercepat transformasi digital.
"Pembuatan peta jalan ini sangat penting untuk mendukung transformasi digital di Indonesia," ungkap Semuel.
Dalam kesempatan yang sama, Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Edmon Makarim, mengatakan, stigma yang terbentuk adalah hukum terlambat dibanding perkembangan teknologi, mungkin yang sebenarnya dimaksud adalah regulasi yang bersifat implementatif dalam penyesuaian. Tetapi prinsip hukum sampai nanti akan tetap sama.
"Dalam setiap perkembangan teknologi yang pertama harus diperhatikan adalah amanat pembukaan UUD 1945. Intinya, jika bicara keterkinian teknologi via internet, maka kita harus bersama meyakini apakah penguasaan kita terhadap faktor faktor produksi dan sumber dayanya sudah dilaksanakan secara mandiri," ungkap Edmon.
Menurut Founder Innovator 4.0 Indonesia, Budiman Sudjatmiko, lahirnya Jumpa.id memfasilitasi ruang diskusi bagi masyarakat di era pandemi ini untuk masyarakat saling berdiskusi dalam memunculjan ide-ide baru yang inovatif.
"Platform Jumpa.id ini saya harap sebagai platform teknologi merah putih yang memfasilitasi pertemuan-pertemuan gagasan antar masyarakat," ungkap Budiman.
Budiman mengatakan, Jumpa.id adalah sebuah forum demokratif. Bukan sekadar platform digital semata, tetapi saya melihat sebuah produk ideologi, bukan karena dibuat oleh orang Indonesia yang merah putih, tentu saja juga memfasilitasi demokrasi, demokrasi tidak mungkin tanpa percakapan.
"Jumpa.id adalah sebuah langkah awal dari orang Indonesia untuk membangun fasilitas percakapan itu. Menciptakan sebuah proses demokrasi yang bukan sekedar hanya ada di DPR atau DPRD, tapi juga dalam percakapan-percakapan civil society atau masyarakat keseluruhan. Baik siswa, pelajar, mahasiswa, seniman, olahragawan, spritualis, agamawan," kata Budiman.
Rudi Bustanil Wijawa, Direktur PT Jumpa Daring Indonesia, menjamin platform konferensi video Jumpa.id lebih hemat kuota dibandingkan platform video konferensi lainnya. Untuk melakukan koneksi konferensi video atau webinar melaluii Jumpa.id hanya membutuhkan kurang lebih 128 Kbps. Jumlah ini dibilai lebih rendah dibandingkan kebutuhan bandwitch dari platform lainnya, yang membutuhkan bandwitch 800 Kbps hingga 1 Mbps.
"Kalau di Jumpa.id hanya dengan 128 Kbps ini akan sangat hemat bandwith, artinya akan hemat kuota," ungkap Rudi.
Rudi mengatakan hadirnya Jumpa.id karena di Indonesia infrakstutur internet belum menjangkau secara luas dan merata sehingga banyak orang yang harus menggunakan mobile untuk melakukan konferensi video. Saat menggunakan mobile artinya menggunakan paket data, kuotanya akan cepat habis kalau bandwith yang dibutuhkan besar.
"Dengan menggunakan Jumpa.id akan menghemat 80 persen kuota data, karena bandwith yang dibutuhkan kecil," ujarnya.