Selasa 03 Nov 2020 22:03 WIB

Penyangkal Holocaust di Prancis Dipidana, Penista Nabi Tidak

Yang dibutuhkan umat Islam di Prancis adalah keadilan

Rep: Fuji E Permana/ Red: Nashih Nashrullah
Sejumlah produk Prancis yang diboikot di salah satu minimarket di Jakarta, Selasa (3/11). Aksi boikot berbagai macam produk Prancis tersebut sebagai bentuk protes dan kecaman terhadap pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang dianggap menghina umat Islam dan Nabi Muhammad SAW.Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah produk Prancis yang diboikot di salah satu minimarket di Jakarta, Selasa (3/11). Aksi boikot berbagai macam produk Prancis tersebut sebagai bentuk protes dan kecaman terhadap pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang dianggap menghina umat Islam dan Nabi Muhammad SAW.Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, Sudah hampir enam tahun sejak serangan tragis Charlie Hebdo, tetapi Prancis masih berjuang untuk menciptakan kebebasan berbicara yang dapat mempersatukan dan menghormati semua warganya.

Daripada menjadi kaki tangan kefanatikan pseudo-intelektual Galia yang sombong, Presiden Macron harusnya memimpin bangsanya dalam memberikan perlindungan yang sama kepada umat Islam seperti ke komunitas lain. 

Baca Juga

Tindakan lain apa pun akan terus melemahkan masyarakat Prancis, dan merongrong 'nilai-nilai Republikan' yang dianggap begitu sakral oleh bangsa itu. Belum lagi boikot ekonomi global yang meningkat terhadap Prancis di dunia Muslim. 

Kritik budaya menurut sebagian orang adalah rasisme bagi orang lain. Terlalu sering, Muslim menerima kebencian rasial dan agama yang disebarkan di bawah kedok sindiran atau kebebasan berbicara. Hal ini dikemukakan Perdana Menteri Imran Khan di Sidang Umum PBB tahun lalu dalam pidatonya selama 50 menit.