REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Nabi-nabi sebelum Rasulullah SAW memiliki syariat yang juga merupakan risalah Allah SWT. Namun demikian, bolehkah syariat tersebut juga digunakan umat Islam?
Ketua Bidang Waqi’iyah Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU, KH Faiz Syukron Makmun, menjelaskan terdapat beragam dalil yang perlu dipahami umat Islam.
Luasnya ajaran yang diturunkan Allah, kata beliau, tidak hanya mengarahkan suatu dalil yang sumbernya hanya berasal dari Alquran dan hadits semata. Salah satu dalil yang perlu dipahami umat Islam adalah mengenai syar’u man qablana (syariat sebelum Islam).
“Bisa enggak syariat Nabi Musa, syariat Nabi Yusuf, Nabi Isa, dipakai untuk menjawab problematika umat Islam saat ini? Tentu saja bisa, itu bisa dijadikan dalil selama tidak bertentangan dengan syariat Muhammad SAW atau telah dinasakh,” kata KH Faiz dalam kajian streaming bertajuk Lentera Ilmu Daarul Rahman, Selasa (3/11).
Misalnya, di masa Nabi Yusuf dikenal istilah mengenai manajemen ekonomi negara yang baik melalui pengelolaan musim paceklik dengan musim panen. Jika dibandingkan dengan era kini, tak sedikit negara Islam ataupun sejumlah lembaga filantropi yang banyak terinspirasi mengenai sistem ekonomi yang dijalankan Nabi Yusuf.
Umat Islam, kata beliau, jangan terlalu sempit dalam memahami tentang istilah dalil. Jika pengetahuan agama seorang Muslim itu minim, beliau menyarankan agar yang bersangkutan mendatangi ulama yang memiliki kapasitas mumpuni dalam bidangnya. Sehingga pengertian soal dalil jangan sampai dikerucutkan menjadi pemahaman yang sempit.
Beliau mencontohkan, jika dalil hanya berpacu pada apa yang ada di zaman Rasulullah SAW semata, maka bagaimana hukumnya buku nikah bagi sepasang suami istri yang baru saja mengucapkan akad nikah?
“Misalnya ada laki-laki yang mengajinya itu sempit sekali, ketika menikah dia larang istrinya minta buku nikah karena alasan di zaman Nabi, Nabi enggak pakai buku nikah. Ini keliru, jelas pemahamannya belum paham mengenai apa itu dalil,” ungkapnya.