Rabu 04 Nov 2020 15:23 WIB

Profesor UNS Teliti Bakteri dan Tanaman Serap Polutan Tanah

Selama ini pencemaran tanah diatasi dengan bakteri atau tanaman saja.

Rep: Binti Sholikah/ Red: Dwi Murdaningsih
Petugas Dinas Lingkungan Hidup memasang tali pembatas di dekat gundukan tanah yang diduga tercemar limbah B3. ilustrasi
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Petugas Dinas Lingkungan Hidup memasang tali pembatas di dekat gundukan tanah yang diduga tercemar limbah B3. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,  SOLO - Guru Besar bidang Ilmu Bioremediasi Tanah Fakultas Pertanian (FP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Margaretha Maria Alacoque (MMA) Retno Rosariastuti, mengembangkan teknologi bioremediasi dalam remediasi tanah tercemar untuk mendukung pertanian berkelanjutan. Hasil penelitian tersebut dibacakan dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar ke-30 FP dan ke-227 UNS pada Selasa (3/11).

Retno menjelaskan, bioremediasi merupakan suatu teknologi untuk memulihkan lingkungan yang tercemar material berbahaya menggunakan mikroorganisme atau tumbuhan tingkat tinggi yang ada di alam.

Baca Juga

Prinsip utamanya, mengubah dan mendegradasi polutan seperti hidrokarbon, minyak, logam berat, pestisida, pewarna dan sebagainya. Tujuan penggunaan teknologi bioremediasi antara lain, karena di Indonesia banyak terjadi degradasi pada lahan pertanian yang disebabkan oleh pencemaran logam berat dari limbah industri.

Dia mengatakan diperlukan metode remediasi tanah tercemar yang murah, mudah dalam aplikasinya, aman, ramah lingkungan dan berkelanjutan. Khususnya dari pencemaran logam berat.

Selama ini, penanganan tanah tercemar logam menekankan penanganan secara fisik dan kimia. Caranya dengan memindahkan atau membuang tanah, reklamasi lahan, stabilisasi atau pemadatan, ekstraksi secara fisiko-kimia, pencucian dan penggelontoran tanah.

"Cara kimia tidak bisa berkelanjutnya, bahkan akan menyebabkan masalah lagi, karena struktur lahan menjadi rusak, sehingga hanya bisa digunakan untuk menanam sementara, biaya juga mahal. Bagaimana mengatasi itu? Dengan mikroorganisme," ucap Retno, Senin (2/11).

Teknologi bioremediasi tanah yang digunakan saat ini menggunakan mikroorganisma saja (bioremediasi) atau tanaman saja (fitoremediasi). Mikroorganisme berperan dalam imobilisasi, detoksifikasi atau degradasi beragam limbah kimia dan bahan berbahaya dari lingkungan, sehingga dapat menguraikan atau mentransformasi bahan pencemar berbahaya.

Penelitian Retno memanfaatkan bakteri dan tanaman untuk mengatasi pencemaran tanah. Kerja sama bakteri dan tanaman akan mengubah senyawa berbahaya untuk diserap tanaman.

"Bakteri dan tanaman sifatnya berkelanjutan, akan mendukung tanah yang sehat. Penelitian saya tanamannya bukan tanaman pangan tapi masih punya nilai ekonomi, masih bisa dimanfaatkan setelah selesai proses bioremediasi," ungkapnya.

Tanaman tersebut tahan dengan tanah yang tercemar. Retno memilih tanaman penghasil serat yakni rami dan mendong.

Rami banyak digunakan industri tekstil, sedangkan mendong banyak digunakan industri kerajinan. Meskipun sebenarnya tanaman pangan merupakan media penyerap yang baik bagi polutan tanah, salah satunya kangkung. Namun, akan berbahaya jika tanaman pangan tersebut dikonsumsi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement