REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Tidak semua orang mendapatkan keberuntungan yang sama. Namun setiap orang berhak memperoleh kesempatan memperolehnya. Kisah Muhammad Jamaluddin, seorang pemuda usia 32 tahun asal Depok, Jawa Barat, dapat menjadi inspirasi bagi para pemuda maupun pemudi untuk tidak berhenti gentar hati.
Mulanya Jamal adalah seorang pengangguran, susah baginya mencari pekerjaan. Setelah lulus dari jenjang sekolah di sebuah SMK pada 2006, Jamal tidak mampu lagi melanjutkan pendidikan. Ayahnya telah meninggalkannya setahun sebelum kelulusannya. Tanggungan sebagai tulang punggung keluarga beralih kepada dirinya.
Sempat sekali ikut bekerja sebagai tenaga elektronika, namun yang dihasilkannya hanya trauma karena banyak tekanan. Jamal menganggur lagi. Padahal, ia harus membantu ibunya mencari biaya untuk sekolah adiknya, juga untuk kebutuhan bertiga setiap harinya.
“Saya sempat ikut kerja. Tapi ternyata kerja justru membatasi saya. Saya banyak mendapatkan tekanan dari pekerjaan. Akhirnya saya memilih untuk berhenti kemudian beralih ikut orang kerja bangunan. Hasilnya lebih sedikit lagi,” ujar Jamal, Rabu (4/11), dalam siaran persnya.
Doa pun selalu ia panjatkan kepada Tuhan. Berharap mendapatkan pekerjaan yang nyaman, menambah banyak ilmu pengetahuan dan pengalaman, meski tak harus menempuh jenjang pendidikan lanjutan.
“Bapak sudah meninggalkan kami sejak tahun 2005. Jadi setelahnya saya yang menjadi tulang punggung bagi ibu dan adik saya yang masih sekolah. Saat itu saya memang sangat kesusahan mencari pekerjaan. Kemudian suatu ketika saya nemu brosur kursus yang diadakan oleh Institut Kemandirian (IK) Dompet Dhuafa. Kata saya, ‘wah ini mungkin jadi kesempatan bagi saya’,” lanjutnya menceritakan.
Memiliki dasar elektronik, membuat Jamal tertarik dan yakin untuk mendaftar di bidang elektronik. Setelah mengikuti beberapa tahap seleksi, Jamal dinyatakan lolos. Sebulan lamanya, pelatihan demi pelatihan diikutinya. Menurutnya, hal yang disukainya di Institut Kemandirian adalah, karena yang didapatkannya tidak hanya pelatihan skill, namun penanaman jiwa kewirausahaan, juga mindset berkehidupan sosial.
“Akhirnya saya semakin terdorong kuat untuk berwirausaha. Setelah satu bulan mengikuti pelatihan di IK, saya kemudian langsung ikut magang difasilitasi oleh instruktur IK. Waktu itu tempat magang di daerah Kampung Melayu (Jakarta Timur), sedangkan rumah saya di Depok. Jadi tiap hari saya pulang-pergi pagi-malam magang di sana,” ungkapnya.