REPUBLIKA.CO.ID, oleh Sapto Andika Candra, Adinda Pryanka, Nugroho Habibi, Rizky Suryarandika
Pemerintah melaporkan realisasi anggaran pemulihan ekonomi nasional (PEN) sebesar 51,9 persen per 2 November 2020. Artinya, pemerintah hanya punya sisa waktu tak sampai dua bulan untuk memaksimalkan serapan anggaran.
Ketua Satgas Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Budi Gunadi Sadikin menyebutkan, anggaran PEN yang sudah terserap mencapai Rp 366,6 triliun dari total anggaran yang disiapkan Rp 695,2 triliun. Serapan tertinggi dicapai klaster perlindungan sosial, yakni Rp 176,38 triliun atau 86,51 persen dari pagu Rp 203,9 triliun.
Serapan kedua tertinggi, dicapai klaster UMKM yakni Rp 93,59 triliun atau 75,81 persen dari pagu Rp 123,47 triliun. Selanjutnya, anggaran kesehatan untuk penanganan Covid-19 berhasil disalurkan Rp 31,14 triliun atau 35,57 persen dari pagu Rp 87,55 triliun.
Kemudian insentif usaha, telah tersalurkan Rp 35,49 triliun atau 29,43 persen dari pagu Rp 120,61 triliun. Terakhir, klaster sektoral kementerian/lembaga dan pemda telah tersalurkan Rp 30,25 triliun atau 28,51 persen dari pagu Rp 106,11 triliun. Sedangkan pembiayaan korporasi yang dianggarkan Rp 53,60 triliun mencatatkan realisasi nol persen.
"Kalau kita lihat memang penyaluran paling besar dari Kementerian Sosial. Kami harap sisa anggaran PEN bisa kita serap semua. Minimal Rp 100 triliun bisa disalurkan di kuartal IV ini," kata Budi dalam keterangan pers di kantor presiden, Rabu (4/11).
Budi menambahkan, fokus pemerintah di sisa tahun anggaran 2020 adalah pelaksanaan program PEN prioritas, yakni perlindungan sosial, UMKM, sektoral K/L, dan kesehatan. Artinya, sisa anggaran PEN yang perlu disalurkan segera sebelum akhir tahun mencapai Rp 180 triliun. Dari angka tersebut, pemerintah optimis serapan anggaran di kuartal IV setidaknya mencapai Rp 100 triliun.
Penyerapan anggaran yang lebih besar diharapkan juga membantu mendongkrak perekonomian di kuartal IV. Bila kinerja di akhir tahun bisa sedikit lebih baik, paling tidak pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun tidak terkontraksi terlalu dalam.
Salah satu jurus yang dijalankan pemerintah untuk mendongkrak PDB di akhir tahun adalah memaksimalkan belanja pemerintah. Belanja pemerintah ini juga mencakup penyaluran bantuan sosial melalui program PEN.
"Untuk porsi pemerintah, kita akan melakukan spending sebanyak-banyaknya melalui PEN. Kita pastikan spending kementerian/lembaga semaksimal mungkin," ujar Budi.
Hanya saja dari aspek lapangan usaha, belanja pemerintah tidak menyumbang banyak porsi dalam struktur penyusun produk domestik bruto (PDB). Budi menyebutkan, sumbangan terbesar berasal dari sektor swasta sebesar 70 persen. Sisanya, berasal dari BUMN dan kementerian/lembaga termasuk dari program PEN.
"Jadi memang sebagian besar bergantung ke teman-teman swasta. Makanya kami juga fokuskan beberapa program bisa bantu berikan stimulus ke pihak swasta, agar berputar roda ekonomi mereka," kata Budi.
Demi ikut menggerakkan sektor swasta ini, pemerintah melibatkan swasta dalam pelaksanaan program PEN. Misalnya dalam penyaluran bantuan sosial sembako kepada masyarakat, pihak swasta berperan dalam transportasinya.
"Yang khusus kami pegang terutama adalah akses pinjaman, jaminan kredit, itu yang sekarang kita dorong. Juga pinjaman ke daerah. Daerah-daerah bisa meminjam ke kantor pusat, itu yang kita dorong. Supaya daya ungkit bukan hanya dari pemerintah," kata Budi.
"Dan arahan presiden agar di kuartal IV ini disalurkan semaksimal mungkin. Kami berharap bahwa sisa anggaran PEN bisa kita serap semua, minimal Rp 100 triliun bisa kita salurkan di kuartal ini," kata Budi.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan pencairan anggaran program PEN akan terus diakselerasi pada sisa dua bulan terakhir tahun 2020. Khususnya dari sisi pembiayaan korporasi dan dukungan kepada pemerintah daerah.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu menyebutkan, anggaran PEN yang sudah cair sampai dengan Senin (26/10) mencapai Rp 361,5 triliun. Realisasi tersebut setara dengan 52 persen dari pagu anggaran yang ditetapkan pemerintah, Rp 695,2 triliun.
Meski masih sedikit di atas 50 persen, Febrio menilai, penyerapan PEN sudah menunjukkan akselerasi yang baik dalam beberapa bulan terakhir. “Ini akan terus terserap menuju ke 100 persen sampai akhir tahun. Dua bulan terakhir akan banyak program yang dipercepat,” ujarnya dalam Simposium Nasional Keuangan Negara (SNKN) 2020 secara virtual, Rabu (4/11).
Dalam catatan Febrio, tren penyerapan PEN sepanjang Juli sampai Oktober mencapai 35,8 persen tiap bulan. Hanya saja, realisasi pada bulan lalu sedikit melandai, yakni di level 13 persen, karena ada beberapa program yang sudah terserap hampir 100 persen. Di antaranya Program Keluarga Harapan (PKH), bantuan beras dan kartu prakerja.
Febrio berharap, penyerapan pada bulan depan dapat kembali tumbuh hingga mencapai level 100 persen di akhir tahun. Harapan ini seiring dnegan penyaluran beberapa program yang baru akan dilaksanakan pada November, seperti subsidi bantuan gaji termin kedua.
Selain itu, Febrio menambahkan, pemerintah juga mempercepat realisasi PEN dari pos pembiayaan korporasi dan sektoral K/L dan pemerintah daerah. Misalnya pinjaman ke daerah, Penyertaan Modal Negara (PMN) ke BUMN dan pinjaman ke BUMN. "Ini akan cukup akseleratif di dalam sisa dua bulan dari tahun 2020," tuturnya.
Pembiayaan korporasi merupakan pos PEN dengan realisasi terendah, yaitu hampir mendekati nol dari pagu Rp 53,57 triliun. Sementara itu, sektoral K/L dan pemerintah daerah juga baru dicairkan sebesar Rp 28,61 triliun atau 26,9 persen dari pagu Rp 106,11 triliun.
Pemerintah berkomitmen akan terus melakukan monitoring dan evaluasi (monev) program PEN secara berkala. "Baik di tingkat kabinet, komite percepatan maupun internal Kemenkeu," ucap Febrio.
Febrio mengakui, realisasi PEN masih menghadapi tantangan seperti data. Beberapa program eksisting seperti PKH dan Kartu Sembako sudah mengalami percepatan realisasi karena didukung data memadai dan mekanisme penyampaian yang cukup siap.
Di sisi lain, beberapa program baru masih terhambat realisasinya karena belum ada data yang mencukupi dengan mekanisme penyaluran berbeda.
Regulasi juga disebutkan Febrio sebagai tantangan realisasi program. "Untuk itu, proses monev dilakukan rutin untuk melihat semua potensi hambatan baik secara regulasi dan birokrasi dapat diselesaikan cepat dan tepat," katanya.
Dana PEN DKI
Dana PEN tidak hanya dimiliki pemerintah pusat. Alokasi dana PEN juga dialirkan pusat ke pemerintah daerah.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjelaskan penggunaan dana PEN yang diperoleh DKI Jakarta dari pemerintah pusat. Anies menegaskan dana PEN yang diajukan melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) bukan untuk penanganan Covid-19.
"Kalau penanganan Covid-19, kita gunakan dana BTT (Belanja Tak Terduga) dari DKI. Jadi memang anggaran itu lewat SMI untuk pembiayaan infrastruktur, karena memang pembiayaannya dari PT SMI," kata Anies di Jakarta Utara, Rabu (4/11).
Anies mengaskan, pinjaman tersebut menang diperuntukkan untuk kegiatan proyek pembangunan. Dengan demikian, proyek infrastruktur di daerah tidak terhenti akibat banyaknya dana yang difokuskan untuk penanganan Covid-19.
"Jadi ini dua hal yang berbeda. Bagi kita yang paham yang tahu, yang untuk penanganan Covid-19 lewat anggaran pos APBD, dana PEN memang dana dari pemerintah pusat untuk kegiatan infrastruktur," jelasnya.
Dana PEN yang akan dialokasikan oleh pemerintah pusat adalah sekitar Rp 12,693 triliun. Untuk tahun 2020 dana yang dicairkan sebanyak Rp 3,26 triliun. Dana PEN ini, akan dialokasikan untuk tujuh kegiatan infrastruktur di Jakarta yang telah dianggarkan untuk tahun 2020 sebelum pandemi Covid-19.
Pertama, peningkatan infrastruktur pengendalian banjir. Kedua, untuk peningkatan infrastruktur peningkatan layanan air minum. Ketiga, untuk peningkatan infrastruktur pengelolaan sampah dan keempat untuk peningkatan infrastruktur transportasi.
Kelima, untuk kegiatan transformasi digital dengan proyek pengembangan dan pengelolaan ekosistem provinsi cerdas dan kota cerdas. Kemudian, peningkatan infrastruktur pariwisata dan kebudayaan (revitalisasi TIM) serta peningkatan infrastruktur olahraga (pembangunan JIS).
Kepala Bappeda DKI Jakarta Nasruddin Djoko Surdjono dalam pesan singkatnya membeberkan pada tahun 2020 sudah Rp 3,265 triliun dana PEN DKI dicairkan. Lalu pada tahun 2021 akan dicairkan sekitar Rp 7,8 triliun dan sisanya sekitar Rp 1,6 triliun akan dicairkan pada 2022.
"Iya demikian, pengalokasiannya sampai 2022 untuk dana PEN tersebut. Untuk detailnya bisa ditanyakan kepada Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) DKI Jakarta," kata Nasruddin.
Sebelumnya, sejumlah fraksi di DPRD DKI Jakarta mengkritik penggunaan dana PEN. Anggaran itu, harusnya dialokasikan untuk bantuan dan stimulus usaha masyarakat yang terdampak Covid-19.
Namun, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Mohammad Taufik mengaku pihak legislatif telah sepakat pinjaman dana PEN yang telah cair digunakan untuk pengerjaan sejumlah proyek yang terkendala. Sebab, proyek itu telah ditetapkan anggarannya sebelum pandemi Covid-19.
"Pinjaman itu untuk pembiayaan proyek yang ditetapkan 2020, tapi mangkrak karena income tidak masuk," kata Taufik.
Pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai perekonomian Indonesia masih melemah hingga kuartal III. Bhima memantau kelas menengah dan atas masih menahan diri untuk belanja. Mereka mengalihkan uang ke simpanan di perbankan.
"Situasi ini terjadi karena kasus harian Covid masih berada diatas 3.000-4.000 kasus sepanjang kuartal III 2020. Rem darurat yang ditarik oleh pemda DKI Jakarta dengan lakukan pengetatan PSBB menurunkan gairah belanja dari konsumen," ujar Bhima.
Selain itu, Bhima menilai stimulus PEN yang diharapkan cepat pencairannya ternyata mengalami kendala. Sehingga menurutnya hal ini belum efektif dalam mendorong pemulihan ekonomi. "Di sisi lain, kinerja investasi mulai membaik tapi belum dibarengi dengan perbaikan kinerja ekspor yang signifikan," ucap Bhima pada Republika, Senin (2/11).