Rabu 04 Nov 2020 17:31 WIB

Trump atau Biden? Pahami Dulu Apa Itu Electoral College

Capres AS harus meraih 270 suara electoral college untuk bisa menang pilpres.

Sebuah layar TV menampilkan gambar Presiden AS Donald Trump, kanan, dan calon presiden dari Partai Demokrat, mantan Wakil Presiden Joe Biden selama program berita di Stasiun Kereta Seoul di Seoul, Korea Selatan, Selasa, 3 November 2020. Pemilihan presiden AS adalah dijadwalkan pada hari Selasa.
Foto: AP/Ahn Young-joon
Sebuah layar TV menampilkan gambar Presiden AS Donald Trump, kanan, dan calon presiden dari Partai Demokrat, mantan Wakil Presiden Joe Biden selama program berita di Stasiun Kereta Seoul di Seoul, Korea Selatan, Selasa, 3 November 2020. Pemilihan presiden AS adalah dijadwalkan pada hari Selasa.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Fergi Nadira B, Kamran Dikrama

Pertarungan antara pejawat Presiden Donald Trump dari Partai Republik dan Joe Biden dari Partai Demokrat resmi dimulai setelah para pemilih mencoblos di tempat pemungutan suara pada 3 November waktu setempat. Di Amerika Serikat (AS), pemenang pemilihan presiden (pilpres) ditentukan bukan oleh pemungutan suara publik secara nasional atau popular vote, melainkan melalui sistem yang telah ada sejak awal abad 19, yakni Electoral College.

Baca Juga

Electoral College adalah suara elektoral pada 50 negara bagian AS berdasarkan jumlah populasi masing-masing negara bagian. Terdapat 538 suara elektoral di seluruh AS. Artinya, baik Trump atau Biden, membutuhkan minimal 270 suara elektoral untuk dapat memenangi pilpres dan berhasil menduduki Gedung Putih.

Ketika orang Amerika ke TPS dalam pilpres, mereka juga sebenarnya memilih sekelompok pejabat yang akan menentukan suara elektoral. Kata "college" di sini merujuk pada sekelompok orang dengan tugas bersama.

Orang-orang ini disebut electors atau pemilih, dan tugas mereka adalah memilih presiden dan wakil presiden. Electors bertemu setiap empat tahun, beberapa minggu setelah hari pemilihan, untuk melaksanakan tugas itu.

Seperti dilansir BBC, setiap negara bagian di AS memiliki jumlah pemilih elektoral sesuai dengan jumlah penduduk negara bagiannya. Semakin banyak penduduknya, semakin banyak electors-nya. Setiap negara bagian AS memiliki jumlah pemilih elektoral yang sama dengan jumlah anggota parlemen mereka dapatkan untuk Kongres AS (perwakilan untuk House dan Senator).

Kalifornia memiliki jumlah electors terbanyak dengan jumlah 55 suara elektoral. Sementara negara bagian yang berpenduduk sedikit seperti Wyoming, Alaska, North Dakota serta Washington DC minimal memiliki 3 suara elektoral. Sehingga, total jumlah Electoral College se-AS adalah 538 suara.

Secara teknis, orang Amerika memberikan suara untuk pemilih elektoral itu, bukan kandidat capres itu sendiri. Para pemilih biasanya adalah loyalis partai yang berjanji untuk mendukung kandidat yang mendapatkan suara terbanyak di negara bagian mereka. Setiap pemilih mewakili satu suara di Electoral College.

Biasanya negara bagian memberikan semua suara elektoralnya untuk calon presiden yang memenangkan suara dari pemilihan nasional atau popular vote. Semisal, jika seorang capres menang 50,1 persen suara di Texas, maka dia akan mendapat semua dari 38 electoral votes di negara bagian tersebut.

Sebagai contoh lain, jika capres A mendapatkan 6 juta suara di Kalifornia, sementara capres B mendapatkan 5,5 juta suara. Maka, capres A berhak atas 55 orang pemilih elektoral yang akan maju ke Electoral College.

Sehingga, capres dapat memenangkan suara di sejumlah negara bagian dengan titik tajamnya, meski memiliki suara publik yang lebih sedikit dari seluruh negeri. Hanya negara bagian Maine dan Nebraska yang menggunakan metode "distrik kongresional".

Distrik Kongresional diartikan bahwa, satu elector dipilih di setiap distrik kongresional berdasarkan pilihan rakyat. Sedangkan, dua electors lainnya dipilih berdasarkan pilihan terbanyak rakyat di seluruh negara bagian. Inilah yang menjadi alasan para capres menargetkan negara bagian tertentu, daripada memenangkan sebanyak mungkin suara publik di seluruh negeri.

Pemenang pilpres berdasarkan mayoritas Electoral College pernah terjadi di Pilpres AS. Pada 2016, Donald Trump kalah di hampir tiga juta suara publik seluruh negeri dari Hillary Clinton, namun Trump berhak menduduki jabatan presiden karena menang mayoritas di Electoral College.

Pada Pilpres 2000, George W Bush juga menang di level Electoral College dengan 271 suara, meski Al Gore lawannya dari partai Demokrat lebih unggul 500 ribu suara di tingkat popular votes. Ada tiga lagi presiden lain yang menang pilpres meski kalah di pemungutan suara nasional, yaitu John Quincy Adams, Rutherford B Hayes, dan Benjamin Harrison. Semuanya terjadi pada abad ke-19.

Electoral college di konstitusi AS

Electoral college sudah ada dalam konstitusi AS. Ketika konstitusi AS dibuat pada tahun 1787, pemungutan suara rakyat nasional untuk memilih seorang presiden praktis tidak mungkin dilakukan. Kondisi itu disebabkan demografi AS dan sulitnya komunikasi.

Pada saat yang sama, ada sedikit antusiasme untuk mengizinkan presiden dipilih oleh anggota parlemen di ibu kota, Washington DC. Jadi, para perumus konstitusi membentuk lembaga pemilihan, dengan masing-masing negara bagian memilih pemilih.

Negara-negara yang lebih kecil menyukai sistem itu karena sistem itu memberi mereka lebih banyak suara daripada suara rakyat nasional untuk memutuskan siapa presiden. Electoral College juga disukai negara bagian selatan, di mana budak merupakan sebagian besar dari populasi. Meskipun budak tidak memilih, mereka dihitung dalam sensus AS (sebagai tiga per lima orang).

Karena jumlah suara elektoral ditentukan oleh jumlah penduduk suatu negara bagian, negara bagian selatan memiliki pengaruh yang lebih besar dalam memilih presiden daripada yang diberikan oleh suara publik langsung kepada mereka. Di beberapa negara bagian, pemilih dapat memilih kandidat mana yang mereka sukai, terlepas dari siapa yang didukung oleh pemilih. Namun dalam praktiknya, pemilih hampir selalu memilih kandidat yang memenangkan suara terbanyak di negara bagian mereka.

Jika seorang pemilih memberikan suara menentang pemilihan presiden negara bagian mereka, mereka disebut "tidak setia". Pada 2016, tujuh suara pemilihan electoral college diberikan dengan cara ini, tetapi tidak ada hasil yang diubah oleh pemilih yang tidak setia.

Jika tidak ada kandidat yang mendapatkan suara mayoritas, DPR AS, majelis rendah anggota parlemen AS kemudian akan memberikan suara untuk memilih presiden. Kondisi ini jarang terjadi, terjadi hanya sekali ketika pada 1824 empat kandidat membagi suara elektoral, menyangkal salah satu dari mereka menjadi mayoritas. Namun, dengan kondisi dua partai mendominasi sistem AS, fenomena 1824 tidak mungkin terjadi hari ini.

Klaim Trump

Pada Rabu (4/11) sore WIB, Donald Trump mengklaim telah memenangkan Pilpres AS. Padahal masih terdapat 10 negara bagian yang belum mengumumkan hasil pemungutan suara.

"Kami akan memenangkan ini dan sejauh yang saya perhatikan, kami sudah memenangkannya," kata Trump pada Selasa (3/11), dikutip laman Sky News.

Dia pun menuding lawan-lawannya melakukan penipuan terhadap publik AS. Trump tak menyebut secara gamblang bentuk penipuan yang dimaksud dan siapa pelakunya. Ia bersumpah akan membawa perjuangannya ke Mahkamah Agung agar hukum digunakan dengan cara yang tepat.

Sebelumnya, capres AS dari Partai Demokrat Joe Biden mengaku optimis dapat memenangkan pilpres. Dia mengatakan terus memantau hasil penghitungan suara.

"Saya di sini untuk memberi tahu Anda malam ini bahwa kami yakin kami berada di jalur yang tepat untuk memenangkan pemilihan ini. Saya optimis tentang hasil ini," kata Biden kepada para pendukungnya di luar Chase Center di Wilmington, Delaware, pada Selasa, dikutip laman CBS.

Pada kesempatan itu, Biden mengatakan bahwa dia yakin akan memenangkan Arizona, Michigan, Wisconsin, dan Pennsylvania. Keempat negara bagian itu masuk dalam kategori swing state. Kedua kandidat memiliki peluang setara untuk meraih suara di negara bagian terkait.

Dia menyampaikan terima kasih kepada para pendukungnya karena telah memberikan suara. "Jaga keyakinan kalian. Kita akan memenangkan ini," ujarnya.

Sejauh ini, Biden memang masih unggul dibandingkan Trump. Biden tecatat telah meraih 224 suara elektoral, sementara Trump menghimpun 213. Untuk menuju Gedung Putih, setiap kandidat harus mengumpulkan 270 dari 538 suara elektoral.

 

photo
Debat terakhir Donald Trump vs Joe Biden - (Republika)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement