REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Departemen Luar Negeri Amerika Serikat melayangkan surat pemberitahuan resmi ke Kongres mengenai rencana penjualan pesawat nirawak (drone) ke Taiwan. Demikian disampaikan Departemen Pertahanan AS, Selasa (3/11).
Pemberitahuan secara resmi ke Kongres merupakan langkah terakhir yang harus ditempuh pemerintah sebelum menyetujui penjualan alat pertahanan ke Taiwan. Langkah tersebut tentu saja akan membuat China kian geram.
Sejak Trump menjabat sebagai presiden AS pada 2016, Pemerintah AS mulai melonggarkan aturan penjualan senjata, alat dan teknologi pertahanan ke luar negeri. Jika disetujui, ekspor senilai 600 juta dolar AS (sekitar Rp8,7 triliun) itu akan jadi penjualan alat pertahanan teknologi tinggi pertama AS ke luar negeri.
Dalam beberapa minggu terakhir, Pemerintah AS melanjutkan rencana penjualan empat peralatan pertahanan militer canggih lainnya ke Taiwan. Sehingga, total ekspor diperkirakan mencapai lima miliar dolar AS (sekitar Rp72,5 triliun).
Rencana itu jadi salah satu upaya menekan dominasi China di kawasan. Namun keputusan Paman Sam memunculkan kekhawatiran mengenai langkah balasan apa yang akan ditempuh Beijing ke Taipei.
Beijing masih menganggap Taiwan adalah bagian dari kedaulatan China. Pemerintah China mengatakan pihaknya tidak ragu menggunakan paksaan jika dibutuhkan untuk menjaga kedaulatan tersebut. Sementara itu menurut Washington, Taipei merupakan wilayah pro demokrasi yang strategis dan AS diberi mandat oleh konstitusinya untuk membantu Taiwan mempertahankan diri.
Kementerian Pertahanan Nasional China lewat pernyataan tertulisnya pada 27 Oktober 2020 mengatakan, China mendesak AS membatalkan rencana penjualan senjata ke Taiwan dan menarik diri dari hubungan militer China-Taiwan.
Sementara Kementerian Luar Negeri Taiwan di Taipei mengucapkan terima kasih ke Pemerintah AS atas "jaminan keamanan" yang diberikan lewat penjualan alat pertahanan tersebut. Taiwan mengatakan ekspor senjata dari AS akan membantu Taiwan meningkatkan kapasitas pertahanannya.
Surat pemberitahuan resmi yang dilayangkan Departemen Luar Negeri AS itu akan memberi waktu 30 hari bagi Kongres untuk menolak atau menerima rencana ekspor senjata ke Taiwan. Namun, rencana itu kemungkinan akan berjalan mulus mengingat dukungan yang diberikan berbagai pihak untuk membantu Taiwan.
Empat drone
AS berencana menjual empat pesawat nirawak bersenjata MQ-9 SeaGuardian buatan General Atomic Aeronautical System Inc yang berpusat di San Diego, California. Nantinya, drone itu akan dilengkapi oleh sarana pendaratan, suku cadang, dan fasilitas pelatihan untuk penggunaan dan perawatan. Drone tersebut tidak hanya bersenjata, tetapi juga memiliki kemampuan pengawasan.
Sejumlah laporan Reuters pada bulan lalu menunjukkan penjualan senjata buatan AS ke Taiwan telah melewati sebagian besar tahapan ekspor.
Departemen Luar Negeri AS pada 21 Oktober 2020 telah mengirimkan surat pemberitahuan resmi ke Kongres terkait rencana penjualan senjata ke Taiwan untuk gelombang pertama. Ekspor alat pertahanan itu meliputi beberapa peluncur roket berbasis truk buatan Lockheed Martin Corp, peluru kendali balistik atau Rocket System (HIMARS) Standoff Land Attack Missile Expanded Response (SLAM-ER) dan peralatan pertahanan lainnya buatan Boeing Co, serta jet tempur F-16 yang dilengkapi sensor berteknologi tinggi.
Pemerintah AS pada 26 Oktober 2020 juga melanjutkan rencana penjualan 100 rudal balistik yang dapat diluncurkan dari atas kapal serta 400 alat penangkal rudal yang ditempatkan di darat buatan Boeing Co.