Rabu 04 Nov 2020 20:19 WIB

AIJ Didakwa Bermufakat Jahat Suap Pejabat Kejagung dan MA

Suap agar pidana penjara yang dijatuhkan kepada Djoko Tjandra, tidak bisa dieksekusi.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Agus Yulianto
Pewarta memotret layar yang menampilkan terdakwa kasus dugaan suap pengurusan fatwa Mahkamah Agung Andi Irfan Jaya usai sidang perdana di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (4/11/2020). Sidang yang beragenda pembacaan dakwaan itu menghadirkan terdakwa secara daring.
Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Pewarta memotret layar yang menampilkan terdakwa kasus dugaan suap pengurusan fatwa Mahkamah Agung Andi Irfan Jaya usai sidang perdana di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (4/11/2020). Sidang yang beragenda pembacaan dakwaan itu menghadirkan terdakwa secara daring.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Selain didakwa menjadi perantara suap, mantan politikus Demokrat Andi Irfan Jaya (AIJ) juga didakwa turut serta melakukan pemufakatan jahat bersama-sama Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung RI, Pinangki Sirna Malasari dan terpidana kasus pengalihan hak tagih Bank Bali, Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra. 

"Terdakwa (AIJ) telah melakukan permufakatan jahat dengan Pinangki Sirna Malasari dan Joko Soegiarto Tjandra untuk melakukan tindak pidana korupsi," kata Jaksa penuntut umum Didi Kurniawan saat membacakan surat dakwaan untuk Andi Irfan Jaya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (4/11). 

Dalam dakwaan disebutkan, AIJ, Pinangki Sirna Malasari, dan Djoko Tjandra diduga bermufakat jahat untuk memberi atau menjanjikan uang sebesar 10 juta dollar AS atau senilai Rp 145 miliar kepada Pejabat di Kejaksaan Agung (Kejagung) dan di Mahkamah Agung (MA). Tujuan suap agar pejabat Kejagung dan MA memberikan Fatwa Mahkamah MA melalui Kejaksaan Agung, agar pidana penjara yang dijatuhkan kepada Djoko Tjandra berdasarkan putusan PK Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009, tidak bisa dieksekusi.

"Sehingga, Joko Soegiarto Tjandra bisa kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani pidana," tutur Jaksa.

Dibeberkan dalam dakwaan, pada 22 November 2019, terdakwa AIJ sempat dihubungi oleh Pinangki Sirna Malasari. Saat itu, Pinangki meminta bantuan AIJ untuk menemaninya bertemu dengan Djoko Tjandra di Kuala Lumpur, Malaysia pada 25 November 2019.

Mengamini permintaan Pinangki Sirna Malasari, keduanya bersama Anita Dewi Anggraeni Kolopaking selaku kuasa hukum Djoko Tjandra bertemu di Bandara Soekarno Hatta untuk bersama-sama pergi ke Kuala Lumpur. Ketiganya kemudian bertemu dengan Djoko Tjandra di Kantor The Exchange 106 Kuala Lumpur Malaysia. 

Dalam pertemuan tersebut, Pinangki memperkenalkan terdakwa AIJ sebagai konsultan yang akan meredam pemberitaan di media massa apabila Djoko Tjandra kembali ke Indonesia. Selanjutnya, terdakwa AIJ, Anita Kolopaking, dan Pinangki menyerahkan serta memberikan penjelasan mengenai rencana atau planning berupa "action plan" kepada Djoko Tjandra untuk mengurus Fatwa MA melalui Kejagung.

Atas perbuatannya, AIJ  didakwa melanggar Pasal 15 Juncto Pasal 5 ayat (1) huruf a dan Pasal 15 Juncto Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Adapun, dalam sidang perdananya, AIJ tidak secara langsung hadir di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Terdakwa Andi Irfan Jaya menjalani sidang secara daring dari Gedung lama KPK di Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, dengan didampingi penasihat hukumnya dan Jaksa Penuntut Umum.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement