REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI tidak lagi menggunakan Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020. KPU akan menerapkan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) atau rekapitulasi hasil penghitungan suara elektronik yang juga berfungsi sebagai sarana publikasi bagi masyarakat.
"Iya, kita tak gunakan Situng lagi," ujar Komisioner KPU RI Evi Novida Ginting Manik kepada Republika, Rabu (4/11).
Penghapusan istilah Situng dilakukan dalam rancangan perubahan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 9 Tahun 2018 tentang rekapitulasi hasil penghitungan suara pilkada. Evi mengatakan, Sirekap tak jauh berbeda dengan Situng seperti yang diterapkan pada Pemilu 2019 lalu.
Namun, Sirekap menjadi bagian dari instrumen pelaksanaan proses rekapitulasi suara mulai dari tingkat kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS). Biasanya tahapan rekapitulasi menggunakan cukup banyak salinan kertas, dengan Sirekap berpindah menjadi digital.
Evi menuturkan, masyarakat dapat mengakses rekapitulasi hasil penghitungan suara Pilkada 2020 melalui laman resmi infopemilu.kpu.go.id. Data atas rekapitulasi suara dalam Sirekap kemudian langsung dipublikasikan di laman tersebut untuk diakses masyarakat.
"Seperti yang selama ini juga. Kayak Situng juga sih sebenarnya kalau untuk publikasinya," kata Evi.
Ia menambahkan, KPU tidak melakukan input apapun dalam publikasi rekapitulasi. Data yang ditampilkan berdasarkan data konversi dari unggahan C.Hasil-KWK yang berisi sertifikat hasil dan rincian pemungutan dan penghitungan perolehan suara di tempat pemungutan suara (TPS) oleh petugas KPPS.
Formulir model C-Hasil-KWK itu sebelumnya diisi secara manual oleh petugas KPPS, lalu dipotret dan diunggah ke aplikasi Sirekap. Kemudian, proses rekapitulasi suara berjalan ke tingkat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), KPU kabupaten/kota, hingga KPU provinsi, sampai ditetapkan dan disetujui oleh penyelenggara pilkada, pengawas, serta saksi dari masing-masing pasangan calon.
Evi melanjutkan, KPU kini sedang merumuskan teknis pengajuan keberatan atas proses rekapitulasi penghitungan suara tersebut. Apabila pasangan calon sampai pada pengajuan sengketa hasil ke Mahkamah Konstitusi (MK), mereka dapat menyertakan salinan digital Sirekap sebagai alat pembuktian.
"Saksi sama panwas kan kita kirim salinan digital. Mereka itu bisa ngeprint salinan digital itu untuk digunakan kalau mereka mau bersengketa, sebagai bukti," tutur Evi.
Sementara itu, Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, Abhan, mengingatkan KPU harus memastikan penerapan Sirekap tidak terkendala jaringan internet. KPU pun harus memperhatikan persoalan keseragaman data yang dikirim dalam Sirekap.
"Apabila Sirekap diterapkan, dimungkinkan tidak terjadi perbedaan terutama di daerah. Kemudian adalah wilayah yang menggunakan Sirekap atau tidak, hal ini tentunya persoalan keseragaman dan nilai soal keserentakan," ujar Abhan dikutip laman resmi Bawaslu RI.
Ia menghadiri forum grup diskusi rancangan perubahan PKPU tentang rekapitulasi serta PKPU tentang pemungutan dan penghitungan suara pada Selasa (3/11). Berdasarkan draf PKPU tersebut, Abhan meminta KPU memetakan kendala persoalan akses internet.
Menurut dia, pemetaan tersebut harus diperhitungkan bagi KPPS dan pengawas TPS terkait daerah dengan letak geografis yang tidak memungkinkan untuk jangkauan akses internet. Kemudian, ia juga mengingatkan KPU atas pembuktian rekapitulasi suara dengan Sirekap, karena ada potensi pasangan calon mengajukan perselisihan hasil pemilihan di MK.
"Bagaimana hal tersebut bila terjadi perbedaan apabila ada yang membuktikan secara digital dan manual," kata Abhan.