REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Nama Jaksa Agung ST Burhanuddin dan mantan Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali kembali disebut dalam surat dakwaan kasus dugaan suap pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) dengan terdakwa mantan politikus Partai Nasional Demokrat, Andi Irfan Jaya. Dalam dakwaan, nama kedua pejabat itu, tertulis di dalam action plan pengurusan fatwa Djoko Tjandra agar tidak dieksekusi dalam kasus pengalihan hak tagih Bank Bali.
Dibeberkan dalam dakwaan, pada 22 November 2019, terdakwa Andi Irfan Jaya sempat dihubungi oleh Pinangki Sirna Malasari. Saat itu, Pinangki meminta bantuan Andi Irfan Jaya untuk menemaninya bertemu dengan Djoko Tjandra di Kuala Lumpur, Malaysia pada 25 November 2019.
Mengamini permintaan Pinangki Sirna Malasari, keduanya bersama Anita Dewi Anggraeni Kolopaking selaku kuasa hukum Djoko Tjandra bertemu di Bandara Soekarno Hatta untuk bersama-sama pergi ke Kuala Lumpur. Ketiganya kemudian bertemu dengan Djoko Tjandra di Kantor The Exchange 106 Kuala Lumpur Malaysia.
"Terdakwa Andi Irfan Jaya, Pinangki Sirna Malasari dan Anita Dewi Anggraeni Kolopaking menyerahkan serta memberikan penjelasan mengenai rencana/planning berupa action plan kepada Joko Soegiarto Tjandra untuk mengurus Fatwa Mahkamah Agung (MA) melalui Kejaksaan Agung," kata jaksa penuntut umum (JPU) Didi Kurniawan membacakan surat dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (4/11).
Dalam pertemuan tersebut, Andi Irfan Jaya menjelaskan 10 action plan kepada Djoko Tjandra. Action plan pertama mengenai penandatanganan security deposit (akta kuasa jual) yang dimaksud oleh Pinangki sebagai jaminan apabila security deposit yang dijanjikan Djoko Tjandra tidak terealisasi.
Kemudian action kedua, Jaksa menyebut ada nama pejabat Kejaksaan Agung Burhanudin (BR) yang nantinya akan dikirimi surat dari pengacara dalam hal ini Anita Kolopaking. Pinangki akan meneruskan surat permohonan fatwa MA dari pengacara kepada Kejaksaan Agung untuk diteruskan kepada MA.
"Penanggung jawab action ini adalah Andi Irfan dan Anita yang akan dilaksanakan pada 24-25 Februari," ungkap Jaksa.
Kemudian, pada action ketiga, Burhanuddin disebut akan mengirimkan surat kepada Hatta Ali (HA) atau pejabat MA. Hal ini agar Pinangki menindaklanjuti surat dari pengacara tentang permohonan fatwa MA.
"Penanggung jawab action tersebut adalah Andi Irfan dan Pinangki yang akan dilaksanakan pada 1 Maret 2020," tutur Jaksa.
Action keempat mengenai pembayaran 25 persen konsultan fee terdakwa Pinangki 250 ribu dolar AS. Tertulis, pembayaran tahap satu atas kekurangan pemberian fee kepada Pinangki sebesar juta dollar AS yang telah dibayarkan DP sebesar 500 ribu dolar AS oleh Djoko Tjandra.
Action kelima, pembayaran konsultan media fee kepada Andi Irfan 500 ribu dolar AS. Yang dimaksud adalah pemberian fee kepada Andi Irfan untuk mengkondisikan media sebesar 500 ribu dolar AS.
Action keenam, HA atau pejabat Mahkamah Agung menjawab surat BR atau pejabat Kejaksaan Agung. Yang dimaksudkan adalah jawaban surat MA atas surat Kejagung terkait permohonan fatwa MA.
"Penanggung jawab action ini adalah HA atau pejabat MA/ DK belum diketahui/ AK atau Anita Kolopaking yang akan dilaksanakan pada tanggal 6 Maret 2020," ungkap Jaksa Didi.
Action ketujuh, Burhanudin atau pejabat Kejagung menerbitkan instruksi menindaklanjuti surat HA selaku pejabat MA. Kemudian Kejagung menginstruksikan kepada bawahannya untuk melaksanakan fatwa MA.
"Penanggung jawab action tersebut adalah IF yang belum diketahui dan jaksa Pinangki yang akan dilaksanakan pada 16 Maret," ujar Didi.
Action kedelapan adalah mengenai security deposit cair 10 juta dolar AS, yang dimaksudkan oleh terdakwa adalah Djoko Tjandra akan membayarkan sejumlah uang tersebut apabila action plan poin kedua, action plan poin ketiga, action plan poin keenam, serta action plan poin ketujuh berhasil dilaksanakan.
Action kesembilan, Djoko Tjandra bisa kembali ke Indonesia tanpa menjalani eksekusi pidana penjara selama dua tahun berdasarkan putusan PK. Penanggung jawab action ini adalah Pinangki atau Andi Irfan atau Djoko Tjandra yang akan dilaksanakan pada Mei 2020 sampai dengan Juni 2020.
Terakhir, action kesepuluh soal pembayaran konsultan fee 25 persen Jaksa Pinangki sebesar ribu dolar AS atau pembayaran tahap dua pelunasan atas fee terhadap terdakwa Pinangki sebesar 1 juta dolar AS yang DP telah dibayar sebesar 500 ribu dolar AS jika Djoko Tjandra kembali ke Indonesia sesuai action plan poin kesembilan.
Sebagai tanda jadi, akhirnya Djoko Tjandra memberikan uang 500 ribu dolar AS kepada Pinangki melalui adik iparnya, Herriyadi. Kemudian, Pinangki memberikan 50 ribu dolar AS dari 500 ribu dolar AS yang diterimanya ke Anita.
"Sebagaimana dalam action plan tersebut, tidak ada satu pun yang terlaksana padahal Djoko Soegiarto Tjandra sudah memberikan down payment kepada terdakwa melalui Andi Irfan Jaya sebesar 500 ribu dolar AS. Sehingga Djoko Soegiarto Tjandra pada bulan Desember 2019 membatalkan action plan," terang Jaksa.
Dalam perkara ini, Andi Irfan Jaya didakwa melanggar Pasal 5 ayat (2) Juncto Pasal 5 ayat (1) huruf a dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 56 ke-1 KUHP.
Dia juga didakwa melanggar Pasal 15 Juncto Pasal 5 ayat (1) huruf a dan Pasal 15 Juncto Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin sudah merespons soal kemunculan namanya dalam dakwaan jaksa Pinangki Sirna Malasari terkait perkara Djoko Tjandra. Ia menyatakan, dirinya tak pernah peduli dan mempersilakan agar hal tersebut dialami.
Burhanuddin menyatakan, bahwa Kejaksaan Agung (Kejakgung) menangani perkara Pinangki secara terbuka. Ia menegaskan, dirinya tak pernah memberi instruksi apa pun dalam penanganan kasus ini.
"Bahkan untuk dakwaan pun yang menyebut nama saya, saya tidak pernah peduli. Silakan, terbuka kami untuk dilakukan penyidikan dan teman-teman sudah melakukan itu," kata Burhanuddin dalam rapat bersama Komisi III DPR RI, Kamis (24/9) pekan lalu.
Adapun, mantan Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali menegaskan, tak pernah kenal dengan jaksa Pinangki Sirna Malasari, pun Andi Irfan Jaya. Ketua kamar tertinggi yudikatif 2012-2020 itu, pun membantah terlibat dalam upaya penerbitan fatwa bebas MA untuk terpidana korupsi Djoko Sugiarto Tjandra.
Namun, Hatta mengakui, dirinya punya kekerabatan dengan Anita Dewi Kolopaking, dan pernah bertemu dengan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin pada 2019.
“Saya tidak pernah kenal dengan yang namanya Jaksa Pinangki, maupun Andi Irfan Jaya yang dikatakan dari partai Nasdem itu,” kata Hatta kepada Republika, Rabu (23/9) pekan lalu.