REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Penganut agama Buddha, Kristen, Yahudi, Islam, dan lainnya, berkumpul, berdoa dan bernyanyi bersama-sama usai memberikan hak suara mereka di pemilihan umum Amerika Serikat (AS), walaupun hasil pemilu yang memecah masyarakat AS itu belum dipastikan.
Di depan gereja Greenwich Village, Manhattan, New York, kelompok itu berkumpul di trotoar. Mereka bernyanyi, berdoa, dan berorasi diiringi tabuhan drum.
"Kami di sini bersama-sama untuk mencari cara demokrasi yang adil dan penuh cinta, tidak peduli hasil pemilu," kata pastor Gereja Middle Collegiate di East Village, Rev. Jacqui Lewis, Kamis (5/11).
"Kami sudah pernah ke sini sebelumnya, kami tahu bagaimana menunggu untuk perubahan, kami tahu menunggu dengan harapan," kata Lewis di depan Gereja Judson Memorial dekat Washington Square Park.
Ritual koalisi antar-agama itu pertama kali digelar empat tahun yang lalu setelah Donald Trump terpilih sebagai presiden. Pertemuan tahun ini tidak hanya dilatarbelakangi pemilihan umum tapi juga protes ketidakadilan rasial dan pandemi virus corona.
Sekitar 20 orang itu menanggapi ajakan Lewis yang mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi. Anggota lain dari kelompok itu melihat dari rumah mereka melalui media sosial atau Zoom.
Sementara pastor Gereja Presbiterian St. James di Harlem, Rev. Derrick McQueen menabuh djembe. Ia meminta kelompok itu merefleksikan pemilu tahun ini.
"Kami berdiri di sini di tebing momen bersejarah, tidak peduli hasil pemilu, kami masih percaya pada kekuatan rakyat, kami rakyat dan kami memiliki kekuatan, jadi pertanyaannya hari ini 'janji apa yang Anda penuhi hari ini?'," kata McQueen.
Di sekitar daun-daun kuning musim gugur para peserta ritual menulis kata-kata inspiratif di jalan seperti 'perdamaian', 'kebebasan', 'kesetaraan', dan 'cinta'.
"Saya datang ke sini karena Tuhan saya tidak di Washington D.C jadi ada yang lebih tinggi daripada situasi ini, sekarang, doa dan harapan," kata anggota jemaat Judson Memorial, Keen Berger.