REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Arab Saudi telah memperkenalkan rencana meringankan pembatasan yang diberlakukan pada pekerja asing dan mempermudah mereka berganti majikan. Pemerintah mengatakan, proposal itu diperkenalkan sebagai langkah membuat kerajaan Teluk ini kompetitif secara komersial dan meningkatkan daya tarik pasar tenaga kerja Arab Saudi.
Wakil Menteri Kementerian Sumber Daya Manusia dan Pembangunan Sosial Arab Saudi Sattam Alharbi mengatakan perubahan tersebut adalah perubahan yang sangat besar. "Kami bertujuan mencapai lebih banyak inklusi bagi orang Saudi, menarik bakat, meningkatkan kondisi kerja, membuat pasar tenaga kerja Arab Saudi lebih dinamis dan produktif," kata Alharbi kepada Bloomberg, dilansir di Middle East Eye, Kamis (5/11).
Alharbi mengatakan, perubahan utama yang akan diperkenalkan termasuk penduduk non-Saudi tidak akan lagi membutuhkan izin majikan mereka untuk berganti pekerjaan, bepergian ke luar negeri, atau meninggalkan negara itu secara permanen. Dia menambahkan, majikan tidak akan dapat mengajukan tuntutan terhadap pekerja asing yang berhenti bekerja, tetapi prosedur baru akan mengakhiri kontrak mereka.
Reformasi terbaru ini akan diterapkan pada 14 Maret 2021 dan berlaku untuk pekerja di sektor swasta. Jika diterapkan dengan benar, reformasi tersebut akan berdampak besar pada 10,5 juta pekerja asing yang merupakan sepertiga dari populasi kerajaan.
Namun, aturan baru itu tidak berlaku bagi 3,7 juta pekerja domestik di Arab Saudi dan yang diatur, seperti pekerja asing lainnya oleh sistem sponsor kafala. Alharbi mengatakan, aturan yang mengatur pekerja domestik saat ini sedang ditinjau.
Sistem kafala mengikat pekerja migran dengan satu sponsor, yang izinnya mereka perlukan untuk berganti pekerjaan, membuka rekening bank, atau meninggalkan negara itu. Lebih dari 10 juta pekerja di Arab Saudi saat ini tunduk pada sistem tersebut.
Pekan lalu, sumber pemerintah yang tidak disebutkan namanya mengatakan kepada majalah keuangan Maaal bahwa Arab Saudi bermaksud menghapus sistem kafala dan menggantinya dengan sistem kontrak baru. Para pengkritik mengecam sistem kafala, yang secara luas dikritik karena memungkinkan eksploitasi dan pelecehan, dan menempatkan pekerja dalam kondisi seperti budak.
Peneliti senior hak perempuan untuk Human Rights Watch, Rothna Begum, mengatakan proposal baru itu tidak mencukupi untuk menghapus sistem kafala. Sementara menunggu rincian lengkap dari reformasi tersebut, ia mengatakan pengumuman pekerja migran akan dapat berpindah pekerjaan dan meninggalkan negara tanpa memerlukan persetujuan majikan adalah hal signifikan dan dapat meningkatkan kondisi hak-hak pekerja migran.
"Ini bukan penghapusan penuh dari sistem kafala, karena majikan masih memiliki kekuasaan atas status hukum pekerja dan reformasi tersebut tidak mencakup pekerja rumah tangga migran yang merupakan pekerja paling rentan di negara ini," kata Begum kepada Middle East Eye.
Negara-negara lain di kawasan Timur Tengah, termasuk Lebanon dan Qatar, juga telah mengambil langkah serupa untuk memperkenalkan reformasi yang gagal menghapus sistem kafala. Dampak apapun dari aturan baru ini akan bergantung pada bagaimana aturan tersebut diterapkan oleh otoritas Saudi setempat.
https://www.middleeasteye.net/news/saudi-arabia-reforms-foreign-workers