REPUBLIKA.CO.ID, PORTLAND -- Kepolisian kota Portland melakukan penangkapan dan menyita petasan, palu ,dan senjata api dalam unjuk rasa di malam pemungutan suara pemilihan presiden Amerika Serikat (AS). Gubernur Oregon Kate Brown mengaktifkan Garda Nasional untuk merespons 'kekerasan'.
Kepolisian Portland mengatakan mereka menangkap sepuluh orang pengunjuk rasa yang memicu kerusuhan di pusat kota. Sementara Departemen Kepolisian New York (NYPD) mengatakan mereka menangkap 50 orang dalam unjuk rasa yang menyebar di seluruh kota.
"Semua pertemuan dinyatakan sebagai kerusuhan di pusat kota, kami telah melakukan sepuluh penangkapan," kata juru bicara kepolisian Portland dalam pernyataan yang dikirimkan ke kantor berita Reuters, Kamis (5/11).
Demonstrasi terjadi di beberapa kota lainnya di Amerika seperti Atlanta, Detroit, New York, dan Oakland. Pengunjuk rasa menuntut agar penghitungan suara dilanjutkan tanpa hambatan.
Sebelumnya sekitar 100 orang di Michigan berkumpul dalam sebuah kegiatan lintas agama untuk dilanjutkan aksi pawai ke pusat kota Detroit. Mereka menuntut agar semua suara dihitung dan penyerahan kekuasaan dilakukan dengan damai.
Koalisi 165 organisasi akar rumput dan serikat buruh, Protect the Result, berencana menggelar 100 unjuk rasa di seluruh AS. Sebelum pemungutan suara 3 November lalu, Amerika sudah dilanda gelombang unjuk rasa ketidakadilan rasial yang dipicu kematian George Floyd.
Floyd seorang laki-laki kulit hitam yang tewas dicekik polisi kulit putih dengan lututnya. Unjuk rasa kembali pecah setelah polisi membunuh laki-laki kulit hitam lainnya Jacob Blake di Kenosha, Wisconsin dan Walter Wallace Jr. di Philadelphia.
Portland diguncang sejumlah unjuk rasa usai kematian Floyd terutama di daerah pusat kotanya. Kerap terjadi bentrokan antara pengunjuk rasa dengan polisi dan kelompok sayap kiri dengan sayap kanan.