REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angkutan laut di Indonesia tumbuh 5,2 persen pada periode Mei- September 2020. Dengan adanya peningkatan tersebut, Chairman Supply Chain Indonedia (SCI) Setijadi menngatakan para pelaku usaha dan pemangku kepentingan di sektor maritim masih perlu meningkatkan efisiensi transportasi laut.
“Peningkatan efisiensi ini agar dapat berperan penting dalam pemulihan ekonomi Indonesia,” kata Setijadi, Kamis (5/11).
Dia menjelaskan, efisiensi sektor maritim sangat dipengaruhi oleh pemahaman para pemangku kepentingan terhadap supply chain management (SCM) sektor tersebut. Setijadi mengatakan, pemahaman SCM itu harus komprehensif dan secara end-to-end karena efisiensi logistik tidak hanya dipengaruhi oleh proses kepelabuhanan maupun pelayaran.
Mengacu analisis INSA dan PT Pelayaran Nasional Indonesia (Persero) atau Pelni, kata dia, biaya kepelabuhanan sekitar 31 persen dan transportasi laut sekitar 19 persen dari keseluruhan biaya transportasi. Sementara, itu, biaya transportasi di wilayah asal dan tujuan justru lebih besar,m yaitu sekitar 50 persen.
Setijadi mengatakan, proses kepelabuhanan dan pelayaran harus melibatkan operator terminal, forwarder, port agent, liner agent, dan shipping company. “Sementara proses di darat terutama melibatkan pengirim barang dan penerima barang, serta forwarder dan perusahaan transportasi,” jelas Setijadi.
Untuk itu, Setijadi mengatakan para pelaku usaha di sektor maritim harus memahami kompleksitas sektor maritim dan peran para pemangku kepentingan dalam sektor tersebut. Termasuk juga sekitar 18 instansi atau pihak dalam proses kepelabuhanan.
Dengan mempertimbangkan kompleksitas sektor maritim dan kebutuhan kompetensi SDM, Setijadi memastikan SCI akan menyelenggarakan Program e-Training dan e-Certification ‘SCM for Maritime Sector’ Batch 2 pada 9-30 November 2020. Materi program mengacu kepada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) dan permasalahan riil di sektor maritim.