REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pendidikan tinggi di Indonesia harus lebih cepat bergerak agar mampu bersaing di di tingkat dunia. Transformasi pendidikan tingi punya dampak yang sangat besar terhadap peningkatan jumlah lulusan.
Jumlah lulusan perguruan tinggi baik negeri maupun swasta terus meningkat sejak 2015. Pada 2018, meningkat sebanyak 11 persen. Hal ini juga diimbangi dengan meningkatnya nilai akreditasi perguruan tinggi.
Prof Ir Nizam, Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Ditjen Dikti Kemendikbud) mengatakan transformasi pendidikan tinggi ini memerlukan pendanaan yang cukup besar jumlahnya. Saat ini, pendanaan pendidikan tinggi di Indonesia masih rendah dibandingkan negera-negara lainnya.
“Tahun 2020, rata-rata pengeluaran pendidikan per lulusan di Indonesia adalah sekitar Rp 28 juta,” ungkap Nizam dalam keterangan tertulis, Rabu (11/4).
Ia melanjutkan di tahun 2021, Kemendikbuf akan meningkatkan total anggaran yang akan disalurkan pada perguruan tinggi baik negeri ataupun swasta sebesar 70% atau senilai Rp 4,95 triliun.
“Dengan rincian kurang lebih Rp 250 miliar untuk 'matching fund' atau dana penyeimbang kontribusi mitra, kemudian kurang lebih Rp 500 miliar untuk 'competitive fund' atau program kompetisi kampus merdeka, lalu dana kurang lebih Rp 1,3 triliun digunakan untuk tambahan BOPTN, BPPTNBH dan insentif IKU,” paparnya.
Ia menjelaskan, peningkatan pendanaan tersebut menyasar tiga tujuan utama yakni agar lulusan perguruan tinggi lebih mudah dapat pekerjaan dan berpenghasilan layak; dosen lebih mengerti kebutuhan masyarakat dan industry; dan kurikulum pendidikan tinggi lebih mengasah keterampilan kolaborasi dan pemecahan masalah.
“Indikator Kinerja Utama (IKU) akan menjadi landasan transformasi pendidikan tinggi, yang mencakup tiga poin utama yakni kualitas lulusan, kualitas kurikulum, dan kualitas dosen dan pengajar,” kata Nizam.
Poin kualitas lulusan, kata dia, meliputi lulusan harus mendapat pekerjaan yang layak dengan upah di atas UMR, menjadi wirausaha, atau lanjut studi, mahasiswa mendapat pengalaman di luar kampus dengan program magang, proyek desa, mengajar, riset, berwirausaha, pertukaran pelajar.
Selanjutnya pada poin kualiatas dosen dan pengajar meliputi dosen berkegiatan di luar kampus mencari pengalaman industri atau lainnya dan praktisi mengajar di dalam kampus perlu merekrut dosen dengan pengalaman industri.
“Pada poin ketiga yakni kualitas kurikulum meliputi program studi bekerja sama dengan mitra kelas dunia, kelas yang kolaboratif dan partisipatif dan program studi berstandar internasional dengan memperoleh akreditasi tingkat internasional,” tegas Nizam.