Jumat 06 Nov 2020 10:04 WIB

UU Ciptaker yang Malang: Saran kepada Presiden dan DPR

Terjadi kesalahan fatal dalam UU Ciptaker sehingga MK harus batalkan

Sejumlah buruh berunjuk rasa di depan Kawasan Industri Rancaekek, Jalan Raya Rancaekek, Kabupaten Bandung, Kamis (22/10). Dalam unjuk rasa tersebut mereka menolak pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja dan menuntut DPR RI dan Pemerintah untuk membuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait pencabutan UU Ciptaker karena UU tersebut dianggap tidak berpihak kepada rakyat. Foto: Abdan Syakura/Republika
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Sejumlah buruh berunjuk rasa di depan Kawasan Industri Rancaekek, Jalan Raya Rancaekek, Kabupaten Bandung, Kamis (22/10). Dalam unjuk rasa tersebut mereka menolak pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja dan menuntut DPR RI dan Pemerintah untuk membuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait pencabutan UU Ciptaker karena UU tersebut dianggap tidak berpihak kepada rakyat. Foto: Abdan Syakura/Republika

REPUBLIKA.CO.ID, IHRAM.CO.ID,-- Oleh: DR Fuad Bawazier, Mantan Menteri Keuangan.

Pada tanggal 12 Oktober saya menulis opini dengan judul  “Sebaiknya UU Cipta Kerja Disahkan Ulang di DPR”. Intinya karena ada kecacatan administrasi dan ke tidak laziman dalam prosedur atau proses persetujuan sebuah RUU di DPR.

Tulisan panjang lebar itu dimuat di media online sebelum RUU Cipta Kerja di kirimkan ke istana. Saya minta agar RUU Cipta Kerja yg baru saja di ketok di DPR itu sebaiknya di bahas ulang sampai tuntas dan mantap, sampai benar benar final, lalu di ketok (disetujui) ulang di DPR.

Saran saya tidak di dengar baik oleh DPR maupun Pemerintah. RUU 812 halaman itu nekad di kirimkan DPR ke istana untuk di ditanda tangani Presiden dan di undangkan sebagai UU. Presiden juga nekad mengubahnya lagi lalu mengundangkannya sebagai UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Saya kira ini sebuah “skandal” administrasi. Publik geger luar biasa karena ada kesalahan pasal. Halamannya juga membengkak. Kali ini pemerintah dan DPR tidak bisa lagi mengelak atau berdalih karena perubahan font, format, ataupun ukuran kertas.

Para penyelenggara negara menunjukkan kecerobohan dan keamatirannya. Masyarakat yang kritis siap siap mengajukan gugatan atau judicial review atas UU Cipta Kerja ke MK.

Meski saya awam hukum, saya yakin MK tidak mungkin menolak gugatan tersebut karena kesalahannya begitu kasat mata bahkan sejak kelahirannya. MK tidak perlu lagi terjebak membahas pasal per pasal, cukup menyatakan UU itu batal demi hukum dengan saran agar disetujui ulang di DPR dan di kirimkan kembali ke Presiden untuk diundangkan.

Tentunya setelah dilakukan penyempurnaan agar tidak ada kesalahan sekecil apapun. Toh dengan cacat yang melilitnya sekarang, UU Ciptaker ini, pada hemat saya tidak bisa di gunakan. Investor pasti khawatir atas keabsahan UU No.11 ini. 

Terpenting MK harus menunjukkan ke profesionalan dan independensinya. MK bukan lembaga Yes Man.

Justru dengan membatalkan UU itu, karena ada kesalahan administrasi, MK sebenarnya menjadi “penyelamat bagi Pemerintah dan DPR”,  agar tidak hilang muka, sebab pembatalan dan penyempurnaan UU Ciptaker ini atas perintah Mahkamah Konstitusi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement