REPUBLIKA.CO.ID, HANOI -- Pemerintah Vietnam enggan bergantung pada vaksin untuk menangani wabah Covid-19. Ia bakal mempertahankan strategi yang selama ini telah diterapkan untuk menghadapi penyebaran virus tersebut.
"Vaksin ini adalah cerita untuk masa depan. Permintaan jauh lebih tinggi daripada pasokan, dan kami harus membayar deposit dalam jumlah besar untuk mengamankan posisi kami, yang menurut saya berisiko sangat tinggi dan membuang-buang uang serta waktu," kata Wakil Perdana Menteri Vietnam Vu Duc Dam dalam pertemuan pemerintah pada Jumat (6/11).
Oleh sebab itu, Vu Duc Dam, yang turut menjabat sebagai kepala satgas penanganan Covid-19, akan mempertahankan strategi penanganan seperti sekarang. "Kami akan terus menangani Covid seperti saat ini," ujarnya.
Kendati demikian, Vietnam tetap akan berupaya untuk memperoleh vaksin. "Kita harus bersiap dengan kenyataan bahwa pandemi tidak akan berakhir hingga 2021. Vaksin di negara kita akan memasuki uji coba pada manusia bulan ini, tetapi tidak akan tersedia hingga akhir 2021," kata Vu Duc Dam.
Pada Agustus lalu Vietnam telah mengajukan permintaan untuk membeli 50-150 juta dosis vaksin Rusia. Vietnam adalah salah satu negara yang dinilai berhasil menangani pandemi Covid-19.
Selama berbulan-bulan Vietnam melakukan pengujian massal Covid-19 secara agresif, menjalankan karantina terpusat dengan melibatkan militer, dan menutup perbatasan lebih dini.
Dengan langkah-langkah tersebut, Vietnam hanya mencatatkan 1.210 kasus virus korona dan 35 kematian. Selama lebih dari dua bulan tak ada penularan komunitas yang dilaporkan di negara tersebut.
Vietnam telah menghabiskan hampir 18 triliun dong untuk mengekang virus dan dampaknya. Namun keefektifan penanganannya telah menempatkan ekonominya di jalur untuk pulih lebih cepat daripada negara-negara lain.