Sabtu 07 Nov 2020 00:01 WIB

Dewas Pelajari Dugaan Pelanggaran Kode Etik Ketua KPK

Ketua KPK akan segera diperiksa Dewas sesuai SOP.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Indira Rezkisari
Ketua KPK Firli Bahuri
Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA
Ketua KPK Firli Bahuri

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) mengaku sudah menerima laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) terkait Firli Bahuri. Ketua lembaga antirasuah itu kembali dilaporkan menyusul dugaan pelanggaran kode etik.

"Sudah diterima, laporannya sedang dipelajari," kata Anggota Dewas KPK Albertina Ho kepada Republika di Jakarta, Jumat (6/11).

Baca Juga

Meski demikian, dia tidak menjelaskan lebih lanjut terkait penelaahan yang tengah dilakukan tersebut. Dia mengatakan, Dewas akan menginformasikan lebih lanjut terkait laporan yang dimaksud. "Kalau sudah selesai kan nanti juga tahu," lanjutya.

Albertina sebelumnya mengatakan bahwa Firli Bahuri bakal segera diperiksa sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang ada. Namun, saat itu dia juga tidak menjelaskan lebih rinci waktu pemanggilan akan dilakukan.

Seperti diketahui, Fieli Bahuri dilaporkan oleh ICW ke Dewas KPK. Laporan ICW terhadap bekas ajudan Wakil Presiden RI Boediono itu berangkat dari petikan putusan Plt Direktur Pengaduan Masyarakat KPK, Aprizal yang telah mendapatkan hukuman ringan atas pelanggaran kode etik serupa.

Namun, ICW menduga terdapat beberapa pelanggaran serius yang dilakukan oleh keduanya. ICW mencatat setidaknya terdapat empat dugaan pelanggaran kode etik yang terjadi.

Pertama, Firli Bahuri bersikukuh untuk mengambil alih penanganan yang saat itu dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Padahal Plt Direktur Pengaduan Masyarakat KPK saat itu sudah menjelaskan bahwa setelah Tim Pengaduan Masyarakat melakukan pendampingan, ternyata tidak ditemukan adanya unsur penyelenggara negara.

Kedua, Firli Bahuri menyebutkan bahwa dalam pendampingan yang dilakukan oleh Tim Pengaduan Masyarakat terhadap Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah ditemukan tindak pidananya. Padahal ia diduga tidak mengetahui kejadian sebenarnya.

Ketiga, tindakan Firli Bahuri dan Karyoto saat menerbitkan surat perintah penyelidikan dan pelimpahan perkara ke Kepolisian diduga tidak didahului dengan mekanisme gelar perkara di internal KPK. Padahal, dalam aturan internal KPK telah diatur bahwa untuk dapat melakukan dua hal tersebut mesti didahului dengan gelar perkara yang diikuti oleh stakeholder kedeputian penindakan serta para Pimpinan KPK.

Keempat, tindakan Firli Bahuri untuk mengambil alih penanganan yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan diduga atas inisiatif pribadi tanpa melibatkan atau pun mendengar masukan dari Pimpinan KPK lainnya. Padahal Pasal 21 UU KPK menyebutkan bahwa Pimpinan KPK bersifat kolektif kolegial.

Berdasarkan hal di atas ICW menduga tindakan keduanya telah melanggar Pasal 4 ayat (1) huruf b, Pasal 5 ayat (1) huruf c, Pasal 5 ayat (2) huruf a, Pasal 6 ayat (1) huruf e, Pasal 7 ayat (1) huruf a, Pasal 7 ayat (1) huruf b, Pasal 7 ayat (1) huruf c Peraturan Dewan Pengawas Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi.

Meski demikian, hingga kini Firli Bahuri belum memberikan tanggapan terkait laporan tersebut. Dewas KPK juga mengaku belum mendapatkan laporan tersebut dari ICW.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement