Jumat 06 Nov 2020 17:54 WIB

Lima Konsep Pendidikan Islam

Eksistensi belajar adalah eksistensi kehidupan.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Ani Nursalikah
Lima Konsep Pendidikan Islam. Sejumlah siswa mengikuti kegiatan belajar di salah satu Madrasah Diniyah di Indramayu, Jawa Barat.
Foto: ANTARA/Dedhez Anggara
Lima Konsep Pendidikan Islam. Sejumlah siswa mengikuti kegiatan belajar di salah satu Madrasah Diniyah di Indramayu, Jawa Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dirjen Pendidikan Islam (Pendis) Kementerian Agama (Kemenag), Muhammad Ali Ramdhani mengenalkan lima konsep dalam proses pendidikan Islam yang terangkum dalam kata IHSAN saat workshop pembinaan guru Madrasah di Makassar, Sulawesi Selatan pada Rabu (4/11).

"Kata IHSAN merupakan akronim dari integritas, humanisme, spiritualitas, adaptability, nationality," kata Ramdhani melalui siaran pers yang diterima Republika.co.id, Jumat (6/11).

Baca Juga

Pertama, integritas. Artinya pendidikan Islam harus mampu menciptakan atau melahirkan alumni madrasah yang memiliki integritas. Proses pengajaran dalam pendidikan Islam tidak hanya sebatas transformasi keilmuan atau mengajarkan ilmu pengetahuan. 

Siswa madrasah harus memahami betul tentang eksistensi dia sebagai manusia dengan integritas yang baik. Siswa madrasah harus memahami baik tentang makna kejujuran dalam kehidupannya. Sebab nilai yang tidak bisa dipertukarkan dengan apa pun adalah nama baik, yang terekspresi dalam nilai-nilai kesalehan sosial.

Kedua, kemanusiaan. Artinya proses pendidikan yang berlangsung di madrasah harus mampu menampilkan nilai-nilai kemanusiaan. Setiap proses pengajaran di madrasah jangan sampai menjadi beban tersendiri bagi anak didik.

"Jangan kita bebani anak didik kita dengan hal yang di luar kemampuan mereka. Sebab esensi dari humanisme adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya sesuai porsinya. Humanisme menjadi penyeimbang dari konsep integritas," ujarnya.

Ketiga, spiritualitas. Artinya orang yang memiliki nilai-nilai spiritual, aktivitasnya selalu diniatkan sebagai ibadah. Guru yang sadar bahwa proses dan eksistensi hidupnya adalah memberikan makna terhadap orang lain, tidak hanya memikirkan diri sendiri, maka dia memiliki nilai spiritual yang baik.

"Setiap guru dalam mengajar harus selalu diniatkan sebagai sebuah ibadah. Ibadah dalam menyiapkan generasi berintegritas yang akan mengisi peradaban mendatang," jelas Ramdhani.

Keempat adalah adaptasi. Artinya kemampuan manusia untuk menyelaraskan diri dan berdialog dengan lingkungan strategis di sekitarnya, tanpa kehilangan identitasnya. Menurut Ramdhani, adaptasi harus menjadi kekuatan untuk memahami, bahwa sebuah lembaga pendidikan harus menghadirkan anak zaman. Mereka yang beribukan waktu berayahkan zaman akan menari bersama zaman untuk menarikan zaman. 

Ia menjelaskan, dalam konteks pendidikan, dinamika zaman hari ini adalah kebutuhan manusia terhadap penguasaan teknologi. "Orang yang hebat pada hari ini adalah orang yang mampu membaca masa depan dengan baik. Guru yang hebat akan mampu melahirkan anak didik  yang akan bisa menguasai zamannya,” jelasnya.

Kelima adalah kebangsaan. Ramdhani menjelaskan, proses pendidikan madrasah harus mengajarkan kecintaan pada Tanah Air. Itu adalah bagian dari batang tubuh seorang manusia dan lembaganya. Guru dan anak didik di madrasah harus mencintai Tanah Air. 

"Kita harus tanamkan kepada peserta didik bahwa mencintai Tanah Air adalah bagian daripada iman," ujarnya.

Ramdhani juga menekankan kepada guru madrasah untuk terus belajar. Menurutnya, orang yang terus belajar adalah pemilik peradaban masa depan.  Eksistensi belajar adalah eksistensi kehidupan, berhentinya belajar adalah berhentinya kehidupan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement