REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Riset dan Teknologi Indonesia (Menristek)/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro mengatakan Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) belum banyak digunakan. Salah satu faktornya adalah dokter belum terbiasa memakainya.
"OMAI belum masuk 'mainstream' karena pemakainya, yaitu dokter kebanyakan belum 'berani' atau terbiasa menggunakan obat ini untuk diberikan kepada pasiennya," kata Menristek Bambang dalam acara diskusi virtual tentang pengembangan OMAI, Jumat (6/11).
Selain itu, peran dokter juga penting dalam melakukan uji klinis sebagai salah satu faktor penting. Yaitu agar OMAI yang sudah dikembangkan dalam tahapan penelitian dapat memiliki izin edar untuk penggunaan.
Bambang menegaskan pengembangan OMAI merupakan salah satu fokus riset nasional karena obat-obatan merupakan isu utama untuk Indonesia. Hal itu penting karena obat-obat kimia yang beredar di Indonesia saat ini 95 persen bakunya adalah impor dari negara lain.
Pentingnya peran dokter dalam mengarusutamakan OMAI itu juga ditekankan oleh dr Hardhi Pranata, Sp.S., MARS yang merupakan pendiri Perhimpunan Dokter Herbal Medik Indonesia (PDHMI). Mengandaikan seperti lagu dan penyanyi yang tidak terpisahkan satu dengan lainnya, menurut dr Hardhi dalam diskusi banyak diskusi OMAI terkadang melupakan pembahasan soal dokter yang akan menjadi penggunanya.
"Penting pendidikan bagi para dokter sejak mahasiswa kedokteran. Sehingga begitu lulus mereka sudah kompeten, masalahnya dokter dianggap tidak kompeten untuk memakai OMAI, obat herbal standar atau pun fitofarmaka. Masalahnya dari pendidikan kedokteran tidak ada sertifikasi kompetensi," kata Hardhi.
Menurut daftar BPOM, sejauh ini yang sudah terdaftar sebagai OMAI adalah sebanyak 23 produk fitofarmaka dan 69 obat herbal terstandar (OHT).