REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada 617 Masehi atau tepatnya sekitar tujuh tahun setelah wahyu pertama diturunkan kepada Nabi, kaum kafir Quraisy memutuskan menerapkan aksi boikot total kepada klan keluarga Nabi, Bani Hasyim.
Dalam buku Sejarah Islam yang Hilang karya Firas Al-Khateeb dijelaskan, aksi bikot dilakukan dan tak ada satu pun dari klan-klan Quraisy yang mengadakan transaksi bisnis dengan Bani Hasyim. Tak hanya itu, para keturunan mereka pun dilarang menikah dengan anak-anak Bani Hasyim.
Tekanan itu pun menambah dampak yang besar bagi komunitas Muslim yang saat itu masih berjumlah kecil. Kesulitan ekonomi semakin menjadi-jadi bagi umat Muslim. Aksi boikot ini dilakukan oleh kaum kafir Quraisy dikarenakan klan Bani Hasyim merupakan klan yang anggotanya memeluk agama Islam.
Pada akhirnya aksi boikot ini melelahkan bagi seluruh komunitas Muslim baik yang berasal dari Bani Hasyim, maupun dari klan lainnya. Lambat laun, aksi boikot ini secara efektif ‘menghentikan’ dakwah Nabi, namun tidak menghentikan semangat juang mempertahankan tauhid.
Terbukti, atas aksi boikot ini, umat Islam yang kala itu jumlahnya masih terbatas justru menunjukkan kekuatannya. Banyak dari anggota Bani Hasyim yang Muslim merelakan harta kekayaannya untuk bersama-sama menanggung beban dampak boikot.
Di sinilah salah satu konsep inti Islam, yakni kesetiaan pada agama melebihi kesetiaan pada kesukuan. Kebersamaan serta solidaritas umat Muslim nyatanya telah terbentuk secara kuat sejak Islam memulai perkembangannya.