Sabtu 07 Nov 2020 15:54 WIB

MA Tolak Permintaan Republik Hentikan Penghitungan Suara

Partai Republik minta Pennsylvania hentikan penghitungan suara

Rep: Fergi Nadira/ Red: Christiyaningsih
 Kumpulan surat suara dari pemilu 3 November ada di atas meja saat petugas kantor pemilu menghitungnya di Gedung Pengadilan Mercer County, Rabu, 4 November 2020, di Mercer, Pa.
Foto: AP/Keith Srakocic
Kumpulan surat suara dari pemilu 3 November ada di atas meja saat petugas kantor pemilu menghitungnya di Gedung Pengadilan Mercer County, Rabu, 4 November 2020, di Mercer, Pa.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON - Hakim Mahkamah Agung Amerika Serikat (AS) menolak permintaan Partai Republik Pennsylvania untuk segera menghentikan penghitungan suara, Jumat (6/11) waktu setempat. Partai Republik sebelumnya meminta untuk menghentikan penghitungan suara karena dinilai janggal.

Hakim Samuel Alito memerintahkan Pennsylvania untuk terus memisahkan surat suara mana saja yang datang terlambat. Dia menegaskan keputusan itu sudah dibuat oleh pejabat tinggi pemilihan negara bagian.

Baca Juga

Petisi terakhir untuk perintah darurat yang diajukan menargetkan ribuan surat suara. Sebagian besar diyakini mendukung Biden dan Partai Republik mengatakan Biden harus didiskualifikasi berdasarkan hukum negara bagian Pennsylvania.

Sebagai langkah pertama, partai menginginkan pengadilan tinggi untuk memerintahkan agar surat suara yang tiba setelah pukul 20.00 pada malam pemilihan dipisahkan dari yang lain dan mencegah agar tidak dihitung. Kekhawatirannya adalah bahwa jika mereka dicampur dengan surat suara lain, itu akan membuat upaya untuk mendiskualifikasi tidak mungkin dilakukan.

"Mengingat hasil pemilihan umum 3 November 2020, pemungutan suara di Pennsylvania mungkin akan menentukan presiden Amerika Serikat berikutnya," kata Partai Republik dilansir laman Channel News Asia, Sabtu (7/11).

"Tidak jelas apakah semua 67 dewan pemilihan daerah memisahkan surat suara yang datang terlambat," bunyi petisi itu menambahkan.

Partai Republik selama berbulan-bulan telah memperjuangkan keputusan negara untuk menerima surat suara dengan cap pos pada 3 November dan tiba pada Jumat. Sebelumnya batas waktu penerimaan adalah hari pemilihan itu sendiri.

Mahkamah Agung negara bagian memutuskan keputusan itu sah dan kemudian mengajukan banding dalam sistem federal. Pada 19 Oktober, Mahkamah Agung AS, yang memiliki kursi kosong, menetapkan keputusan pengadilan negara bagian dalam 4-4 keputusan terpisah di sepanjang garis konservatif-liberal.

Akan tetapi pengadilan tinggi mengindikasikan mereka dapat menangani kasus tersebut setelah pemilihan. Kini pihak pengadilan tinggi memiliki sembilan anggota setelah Amy Coney Barrett dari partai konservatif yang dicalonkan Trump bergabung pada akhir Oktober.

Trump secara eksplisit mengatakan dia ingin Barrett diadili untuk kasus terkait pemilihan. Petisi Jumat muncul secara lebih luas yang bertujuan untuk menunda penghitungan suara negara bagian timur itu dari penyelesaian, yang secara efektif akan menyerahkan pemilihan kepada Biden.

Penundaan dapat memberikan waktu kepada pengadilan tinggi untuk membuka kembali kasus yang lebih luas tentang legalitas surat suara yang terlambat. Bahkan jika pengadilan mengeluarkan penundaan penghitungan, itu mungkin tidak membuat perbedaan. Analis pemilu mengatakan jumlah surat suara yang terlambat bisa jauh lebih sedikit daripada keunggulan Biden atas Trump di negara bagian itu.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement