REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ikatan Dokter Indonesia (IDI) meminta Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto bekerja lebih keras dan tidak hanya puas dengan pujian dari WHO.
Sebab pekerjaan rumah Indonesia dalam penanganan Covid-19 dipandang masih belum maksimal dan penuh kekurangan.
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dr Daeng Mohammad Faqih, mengatakan secara riil apa yang dilakukan Kementerian Kesehatan RI di mata WHO, khusus untuk program IAR Covid-19 mungkin mendapat pujian. Namun secara riil apa yang terjadi di lapangan, kasus Covid-19 harian Indonesia masih tinggi.
"Angka kasus harian kita masih di 3000an-4000an, artinya tracing masih belum maksimal setelah masuk ke delapan bulan pandemi. Di satu sisi jumlah angka testing harian kita juga masih rendah dibandingkan negara dengan jumlah penduduk yang besar lain," kata Faqih, Sabtu (7/11).
Artinya, menurut dia, sekarang Indonesia justru harus tingkatkan percepatan penanganan Covid-19. Bukan sekadar mengikuti standar yang diarahkan WHO karena kalau tidak diperkuat, atau hanya mengikuti langkah standar-standar saja, maka dikhawatirkan pertambahan kasus harian sebenarnya jauh lebih besar dari hasil test yang ditemukan saat ini.
Memang diakui dia, IDI mengapresiasi capaian angka kesembuhan di Indonesia yang sudah cukup besar. Seperti yang disampaikan Presiden Jokowi angka kesembuhan sudah di angka 76 persen. Artinya tenaga kesehatan yang berada di lini depan menangani Covid-19 memang sudah bekerja sangat baik. Begitu pula angka kematian yang sedikit-demi sedikit bisa ditekan di 3,4 persen yang dulu sempat di angka 8 persen.
"Jadi angka kematian yang turun dan kesembuhan yang meningkat, itukan indikasi pelayanan. Tetapi kalau kita lihat yang dikhawatirkan adalah tingkat kecepatan penularannya yang luar biasa," kata dia.
Menurut dia, kalau angka kematian sudah berhasil ditekan bahkan hingga dibawah 3 persen, dan angka kesembuhan berhasil ditingkatkan hingga 80 persen sekalipun, maka tidak ada gunanya kalau angka penularan di masyarakat tetap saja tinggi.
Karena itu, menurut IDI saat ini yang menjadi persoalan di Indonesia bukan pelayanan kesehatannya. Tapi bagaimana pemerintah bisa semakin memperkuat pencegahan angka penularan Covid-19.
"Upaya untuk memutus rantai penularan harus lebih ditingkatkan lagi. Baik yang sifatnya memutus rantai dengan 3T (testing, tracing, dan treatment), juga menegaskan ke masyarakat menjalankan 3 M (mencuci tangan, menjaga jarak dan memakai masker), semuanya perlu diperkuat," katanya.
Testing harus didorong terus masif dilakukan, paling tidak angka testingnya lebih dari 30 ribu per hari. Karena, jelas dia, saat ini jumlah testing Indonesia fluktuatif, naik turun.
Bila dibandingkan, dari 1.000 penduduk hanya 7-8 orang yang ditesting, sedangkan Malaysia mampu melakukan testing dari 1.000 penduduk sampai 40 orang yang ditesting. "Artinya pemerintah untuk upaya testing dan tracing itu masih relatif lemah," katanya.
Kemudian terkait 3 M, menurut dia, rantai penularan bisa diputus dan dicegah dengan disiplin ketat masyarakat dengan 3M. Dia melihat berjalan Delapan bulan makin kesini kedisiplinan masyarakat semakin rendah dan pemerintah daerah khususnya juga semakin melonggarkan penerapan 3 M ini.
Karena itu dia menilai perlunya melibatkan semua kelompok masyarakat untuk membantu pemerintah, agar warga tetap menjalankan 3 M ini.
"Saya mengusulkan libatkan aktif ormas keagamaan, yang memiliki keanggotaan masif hingga ke akar rumput. Seperti Muhammadiyah, NU, MUI, KWI, GKI, Walubi, PHDI dan semua ormas keagaman. Saya rasa ini yang lebih penting melibatkan banyak elemen masyarakat dalam melakukan pencegahan Covid-19," paparnya.
Sebelumnya Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto memghadiri Forum World Health Organization (WHO) pada Jumat (6/11) malam. Dia memaparkan pengalaman Indonesia menjalankan program Intra-Action Review (IAR), seperti yang telah direkomendasikan WHO.