Sabtu 07 Nov 2020 20:50 WIB

PBB Peringatkan Empat Negara Dilanda Bencana Kelaparan

Burkina Faso, Yaman, Sudan Selatan, dan Nigeria berpotensi mengalami kelaparan parah

Rep: Fergi Nadira/ Red: Christiyaningsih
Burkina Faso, Yaman, Sudan Selatan, dan Nigeria berpotensi mengalami kelaparan parah. Ilustrasi
Foto: EPA
Burkina Faso, Yaman, Sudan Selatan, dan Nigeria berpotensi mengalami kelaparan parah. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA - PBB memperingatkan bahaya kelaparan di empat negara konflik yang telah mencapai titik didihnya. Burkina Faso, Yaman, Sudan Selatan, dan Nigeria berpotensi mengalami kelaparan parah dalam waktu tiga hingga enam bulan karena pandemi mengikis kemampuan untuk akses makanan.

The Early Warning Analysis of Acute Food Insecurity Hotspots yang dilakukan oleh Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) dan Program Pangan Dunia (WFP) mencatat jutaan orang yang sudah menghadapi kelaparan berada di ambang kelaparan. Hal itu diperparah karena pandemi yang menjarah lapangan kerja, mengganggu kegiatan pertanian, memangkas pengiriman uang, dan membuat harga minyak mentah melonjak.

Baca Juga

"Kami berada di titik balik yang sangat dahsyat. Sekali lagi, kami menghadapi risiko kelaparan di empat bagian dunia yang berbeda pada waktu yang sama," kata Margot van der Velden, direktur darurat WFP dikutip laman Aljazirah, Sabtu.

Burkina Faso, Yaman, Nigeria dan Sudan Selatan telah menghadapi kombinasi konflik yang berbahaya, pengungsian massal, krisis ekonomi, serta bencana iklim dan pertanian. Covid-19 dan pembatasan serta lockdown atau karantina wilayah berikutnya hanya memperburuk rasa sakit yang sudah ada.

Seorang ekonom pertanian di FAO, Luca Russo, mengatakan hingga 80 persen orang yang mengalami rawan pangan akut adalah petani, penggembala, nelayan, dan rimbawan. Covid-19 telah mengganggu kemampuan mereka untuk mengolah tanah mereka, merawat hewan, pergi mamancing, dan mengakses pasar untuk menjual produk mereka.

"Mereka memiliki sedikit cadangan uang untuk digunakan kembali dan dapat terpaksa meninggalkan mata pencaharian mereka. Begitu keluarga miskin melakukannya, bangkit kembali menjadi sulit," ujar Russo.

Pada 2019, sekurangnya 135 juta orang menghadapi krisis darurat pangan di 55 negara dan wilayah. Curah hujan dan hasil panen juga merupakan faktor penting.

Di kawasan Amerika Latin dan Karibia, Haiti menghadapi risiko akibat hujan yang tidak teratur ditambah dengan krisis ekonomi yang mengakar. Rakyat Venezuela, dalam pergolakan krisis ekonomi dan resesi yang dalam, juga berisiko mengalami kelaparan akut.

Di Republik Demokratik Kongo, 22 juta orang diperkirakan sangat rawan pangan. Ini adalah jumlah tertinggi yang pernah terdaftar untuk satu negara. Burkina Faso, di mana konflik, pengungsian, dan Covid-19 telah meningkatkan kesempatan kerja dan akses makanan, jumlah orang yang kelaparan hampir tiga kali lipat tahun ini dibandingkan dengan 2019.

Sangat mengerikan di Yaman, di mana konflik dan krisis ekonomi telah menyebabkan penderitaan yang parah bagi penduduknya, terutama bagi perempuan dan anak-anak. Laporan terbaru ini memperingatkan tindakan cepat dapat menangani kelaparan. Kelaparan adalah yang paling parah dari lima fase yang digunakan oleh sistem Integrated Phase Classification (IPC) untuk memetakan tingkat kerawanan pangan yang meningkat.

Namun FAO dan WFP menggarisbawahi situasinya parah dan orang-orang menderita dan mati karena kelaparan sebelum badan-badan internasional benar-benar mengumumkan kelaparan. "Ketika kami mengumumkan kelaparan, itu berarti banyak nyawa telah hilang. Jika kita menunggu untuk mengetahuinya dengan pasti, orang-orang sudah mati," kata Velden dari WFP.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement