Ahad 08 Nov 2020 11:42 WIB

Pidato Perdana, Joe Biden Janji Satukan Rakyat AS

Joe Biden akan resmi menjadi Presiden AS setelah dilantik pada 20 Januari 2021

Rep: Puti Almas/ Red: Nur Aini
Presiden dan Wakil Presiden AS terpilih Joe Biden (kanan) dan Kamala Harris saat penyampaian pidato resmi pertamanya pascapengumuman pemenang pemilu AS, Ahad (8/11) di Wilmington, Delaware.
Foto: AP
Presiden dan Wakil Presiden AS terpilih Joe Biden (kanan) dan Kamala Harris saat penyampaian pidato resmi pertamanya pascapengumuman pemenang pemilu AS, Ahad (8/11) di Wilmington, Delaware.

WASHINGTON — Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengatakan saat ini adalah waktu yang tepat untuk menyatukan bangsa. Dalam pidato pertamanya setelah resmi dinyatakan menang dalam pemilihan pada Sabtu (7/11), ia mengatakan momen ini menjadi waktu untuk menyembuhkan Amerika yang terpecah. 

Hasil penghitungan suara pemilihan presiden AS menunjukkan Biden menang di Pennsylvania, yang menjadikan dirinya mendapatkan lebih dari 270 suara elektoral yang dibutuhkan untuk melenggang ke Gedung Putih. Itu mengakhiri ketegangan sepanjang proses selama empat hari, di mana kandidat pejawat Presiden Donald Trump tetap menolak untuk menyerah. 

Baca Juga

“Rakyat negara ini telah berbicara, mereka memberi kami kemenangan yang meyakinkan. Saya berjanji menjadi presiden yang berupaya tidak memecah belah, tetapi untuk mempersatukan," ujar Biden dalam pidato kemenangannya di Wilmington, Delaware.

Ucapan selamat kepada Biden berdatangan dari berbagai kepala negara dan perdana Menteri Inggris yang konservatif Boris Johnson, Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau, dan Kanselir Jerman Angela Merkel. Biden akan resmi menjadi Presiden AS setelah dilantik pada 20 Januari 2021. Ia bersana senator AS Kamala Harris yang menjadi perempuan kulit hitam pertama menjadi wakil presiden, akan memimpin pemerintahan negara adidaya itu selama empat tahun ke depan. 

Biden akan menjadi presiden tertua AS saat dilantik pada 20 Januari 2021. Pria berusia 78 tahun ini kemungkinan akan menghadapi tugas yang sulit untuk memerintah di Washington yang sangat terpolarisasi.

Persaingan Biden dan Trump menunjukkan pemilu 2020 sebagai salah satu yang paling penting dalam sejarah AS. Momen itu sama pentingnya dengan suara selama Perang Saudara pada 1860-an dan Great Depression (Depresi Hebat) pada 1930-an yang terjadi di negara itu.

Kemenangan Biden didorong oleh dukungan kuat dari berbagai kelompok termasuk perempuan, Afrika-Amerika, pemilih kulit putih dengan gelar sarjana, dan penduduk kota. Dia mengalahkan Trump dengan lebih dari empat juta suara dalam penghitungan suara populer nasional.

Sementara itu, pendukung Trump bereaksi dengan kekecewaan, kecurigaan, dan menyoroti tugas sulit yang dihadapi Biden untuk memenangkan hati banyak orang Amerika. Mereka meyakini bahwa Trump adalah presiden pertama yang memerintah dengan sepenuh hati. 

“Ini memuakkan dan menyedihkan,” kata Kayla Doyle, seorang pendukung Trump berusia 35 tahun di Mifflintown.

Demonstran pro-Trump terlihat berkumpul di gedung-gedung kongres negara bagian di Michigan, Pennsylvania, dan Arizona. Para pengunjuk rasa di Phoenix meneriakkan, "Kami ingin penghitungan ulang!” Bahkan salah satu di antaranya mengatakan : "Kami akan menang di pengadilan!"

Tidak ada tanda-tanda kekerasan atau kekacauan yang ditakuti banyak orang, dan protes pro-Trump sebagian besar mereda dengan sendirinya. Sebelum pemilihan, Trump menolak untuk berkomitmen pada transfer kekuasaan secara damai jika kalah, dan dirinya telah menyatakan kemenangan jauh sebelum penghitungan selesai.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement