Ahad 08 Nov 2020 13:04 WIB

Pennsylvania Selalu Dukung Trump, Mengapa Berbalik ke Biden?

Joe Biden bukan sosok favorit Pennsylvania, tetapi sejumlah faktor dukung ia menang

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nur Aini
 Seorang pendukung Presiden Donald Trump berdemonstrasi di luar Pennsylvania Convention Center tempat penghitungan suara, Kamis, 5 November 2020, di Philadelphia, setelah pemilihan hari Selasa.
Foto: AP/Rebecca Blackwell
Seorang pendukung Presiden Donald Trump berdemonstrasi di luar Pennsylvania Convention Center tempat penghitungan suara, Kamis, 5 November 2020, di Philadelphia, setelah pemilihan hari Selasa.

REPUBLIKA.CO.ID, PHILADELPHIA -- Kemenangan bagi calon presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden terjadi saat dia berhasil merebut mayoritas suara di Pennsylvania, negara bagian yang sebelumnya mendukung pejawat, Donald Trump. Pennsylvania sempat menjadi fatamorgana merah dengan keunggulan awal yang kuat untuk Trump, tetapi kemudian berbalik menjadi biru secara dramatis untuk kemenangan Biden.

Hal itu terjadi karena berdasarkan undang-undang negara bagian, pejabat tidak dapat menghitung surat suara sampai Hari Pemilihan. Surat suara yang dikirim melalui pos membutuhkan waktu lebih lama untuk dihitung karena harus dikeluarkan dari dua amplop, amplop biasa dan amplop kerahasiaan, sebelum dapat diverifikasi dan dipindai.

Baca Juga

Pendukung Trump lebih cenderung memilih secara langsung, sementara pendukung Biden lebih suka surat suara yang dikirimkan lewat pos. Pemrosesan suara langsung yang lebih cepat memberi Trump keunggulan pada 3 November pagi dari sekitar 675.000 suara, tetapi ketika pekerja memproses surat dari pos, persaingan menyempit. Pada Jumat (6/11) pagi, Biden memimpin.

Mengantisipasi Pennsylvania akan membiru, tim kampanye Trump mengajukan tuntutan. Mereka meminta Mahkamah Agung untuk campur tangan dalam kasus terkait surat suara yang bercap pos pada Hari Pemilu, tetapi baru diterima setelahnya.

Pengacara yang berspesialisasi dalam hukum pemilu, Rebecca Green, mengatakan penghitungan ulang di Pennsylvania tidak mungkin membuat perbedaan besar. Secara historis, penghitungan ulang tidak banyak mengubah total. "Jika Anda mendapatkan 20.000 suara atau 40.000 suara, sangat tidak mungkin penghitungan ulang akan mengecewakan itu," ujarnya.

Meski Biden berhasil meraih kemenangan di negara bagian itu, sosoknya bukan pilihan favorit. "Joe Biden bukanlah kesayangan banyak pemilih," kata profesor ilmu politik dan direktur Institut Opini Publik Universitas Muhlenberg, Christopher Borick.

Jajak pendapat lembaga baru-baru ini menemukan hanya 49 persen pemilih Biden yang sangat antusias memilihnya. Hal itu sangat berbanding terbalik dengan sekitar 82 persen pemilih Trump yang mengatakan mereka sangat antusias untuk memilihnya.

"Pada akhirnya, ada cukup antusiasme terhadap Trump sehingga bahkan jika orang tidak jatuh cinta dengan Joe Biden, mereka pasti dapat memilihnya," kata Borick.

Kemenangan Biden dapat dikaitkan dengan kombinasi ketidakmampuan Trump untuk membangun kemenangannya pada 2016. Borick mengatakan, Biden memenangkan Pennsylvania dengan keunggulan tipis atas suara Hillary Clinton, saat menjadi kandidat dari Partai Demokrat pada 2016.

Melihat seluruh peta Pennsylvania, Biden hanya membalik dua kota dari Trump, yaitu, Northampton dan Erie. Sementara yang lainnya memiliki pemenang yang sama, tetapi dengan margin yang lebih baik untuk Biden.

Sementara beberapa pemilih tidak melihat Biden sebagai orang yang menyenangkan, tetapi dia masih lebih baik dari Hillary Clinton yang sangat tidak disukai di Pennsylvania. “Satu perbedaan, dan Anda harus meletakkannya di atas meja, adalah Pennsylvania tidak pernah memilih gubernur atau senator perempuan, dan memiliki rekam jejak yang buruk dalam memilih perempuan ke Kongres dari waktu ke waktu,” kata Borick.

Tapi, gender bukan satu-satunya faktor, sebab kampanye Biden juga menginvestasikan lebih banyak waktu di Pennsylvania. “Dia memulai kampanyenya di sini, dia mendirikan markas kampanyenya di sini dan narasi pribadinya selalu dimulai dengan Pennsylvania,” kata Borick.

Pada 2016, retorika anti-imigrasi Trump, "Make America Great Again" bergema di seluruh negeri di kota-kota kulit putih kelas pekerja yang berjuang dengan deindustrialisasi dan migrasi keluar, termasuk di Pennsylvania. Namun, Biden bisa terhubung dengan para pemilih itu dengan cara yang tidak bisa dilakukan Clinton. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement