Ahad 08 Nov 2020 13:52 WIB

UU Cipta Kerja Berpeluang Cacat Hukum

Perubahan UU Cipta Kerja bisa diperbaiki di uji materi MK.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Indira Rezkisari
Ilustrasi Omnibus Law. Perubahan lagi antara pemerintah dan DPR, tanpa melalui proses yang dalam aturan pembentukan perundangan berpotensi membuat UU Cipta Kerja berpotensi cacat hukum.
Foto: Republika/Kurnia Fakhrini
Ilustrasi Omnibus Law. Perubahan lagi antara pemerintah dan DPR, tanpa melalui proses yang dalam aturan pembentukan perundangan berpotensi membuat UU Cipta Kerja berpotensi cacat hukum.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR  Ali Taher Parasong menegaskan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sudah final. Menurutnya jika dilakukan perubahan lagi antara pemerintah dan DPR, tanpa melalui proses yang dalam aturan pembentukan perundangan maka UU Cipta Kerja berpotensi cacat hukum.

"Jadi, klaster-klaster yang sudah diputuskan itu. Marilah kita konsisten menjalankannya sesuai dengan prosedur pembahasan perundang-undangan, dan itu mekanisme kan begitu," kata Ali, Ahad (8/11).

Baca Juga

Ia menyarankan agar perubahan terhadap pasal UU Cipta Kerja yang keliru bisa diperbaiki pada saat judicial review, atau pada saat peninjauan ulang pada waktunya. Selain itu perubahan juga bisa dilakukan dengan cara pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu).

"Ya (Perppu) bisa kalau Presiden menghendaki karena itu kan hak inisiatif dari Presiden, dari pemerintah," ujarnya.

Ia kembali menegaskan bahwa UU Cipta Kerja sudah selesai. Semua pihak diminta untuk tidak lagi mengubah atau merevisi UU Cipta Kerja.

"Jadi jangan ada lagi siapapun itu mencoba merubah atau menyatakan itu perlu ada revisi, apapun teknisnya. Bagi saya itu sudah cacat prosedural lagi," ucap politikus Partai Amanat Nasional (PAN).

Sebelumnya Ketua Badan Legislasi (Baleg) Supratman Andi Agtas menanggapi terkait adanya temuan kesalahan ketik pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Menurutnya penerbitan naskah revisi undang-undang tidak perlu dilakukan, karena yang diubah hanya pada kesalahan ketik saja, bukan pada subtansi undang-undang. Oleh karena itu ia menegaskan DPR dan pemerintah hanya perlu mengoreksi pasal yang bermasalah.

"DPR bersiap melakukan itu, jadi dilakukan koreksi yang kesalahan pengetikan saja kemudian diundangkan tanpa perlu tandatangan presiden lagi," ujarnya.

Ia mengatakan bahwa hal tersebut tidak menyalahi Undang-Undang Penyusunan Peraturan Perundang-undangan (PPP). Sebab terkait hal itu tidak diatur secara tegas di dalam UU PPP.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement