REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Tata Kota, Nirwono Yoga mengatakan sampai saat ini saluran air di DKI Jakarta masih tersumbat lumpur, sampah limbah, kabel utilitas yang tumpang tindih serta belum terhubung baik antar saluran dengan sungai atau situ danau terdekat. Sehingga sulit untuk mewujudkan target Gubernur DKI Jakarta yang ingin banjir di Ibu Kota harus surut dalam kurun waktu enam jam.
“Dengan kondisi sekarang sulit untuk diwujudkan. Jika patokannya enam jam harus surut banjirnya, pertanyaannya air hujan itu mau dikemanakan? kalau dibuang secepat-cepatnya ke laut, cepat surut dianggap keberhasilan tapi berarti DKI Jakarta akan menuai bencana krisis air bersih atau kekeringan di musim kemarau. Begitu seterusnya bergantian sepanjang tahun,” katanya saat dihubungi Republika, Ahad (8/11).
Kemudian, ia melanjutkan saluran air DKI Jakarta sekarang berkapasitas curah hujan 100 sampai 150 milimeter sementara curah hujan terus meningkat, awal tahun ini saja sudah mencapai 370 milimeter. Ini menunjukkan dua kali lipat dari kapasitas maksimal. Maka dari itu, Gubernur DKI Jakarta harus melakukan penataan sungai terlebih dahulu.
Ia menjelaskan penataan sungai bisa dilakukan dengan benahi terlebih dahulu 13 sungai. Lalu, memiliki target dalam setahun, dua sampai tiga sungai selesai ditata. Sehingga tahun kelima penataan 13 sungai tuntas. Selain itu, permukiman bantaran harus direlokasi seperti adakan program rusunawa.
“Pada 2021 sampai 2022 , DKI Jakarta, Pemerintah Pusat dan Bank Dunia fokus pada empat sungai yaitu sungai Ciliwung, Pesanggarahan, Angke dan Sunter. Sungai Ciliwung sedang dibenahi dan tiga sungai lainnya masih pembebasan lahan 20 sampai 30 persen. Ini harus dituntaskan pada 2022,” kata dia.
Ia menambahkan total volume air hujan di wilayah Jabodetabek sebenarnya tidak terlalu berbeda, intensitas curah hujannya yang berbeda terkait perubahan iklim. Sifat air hujan akan terus mengalir, artinya kalau dikelola dengan baik air hujan ditampung seluruh situ danau, embung dan waduk.
Yang direvitalisasi atau ditingkatkan kapasitas daya tampungnya, memperbanyak RTH sebagai daerah resapan air semakin luas semakin banyak yang bisa diserap. Maka, pada akhirnya air yang mengalir ke saluran air, sungai hingga ke laut juga akan semakin berkurang.
“Ini solusi yang bisa dilakukan Gubernur DKI Jakarta jika memang serius mengatasi banjir. Memang tidak bisa langsung bebas banjir tetapi bisa bertahap dengan jelas indikatornya,” kata dia.
Sebelumnya diketahui, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan keselamatan dan waktu surut merupakan dua indikator kesuksesan melewati banjir di Jakarta. "Karenanya apel yang disampaikan tadi pagi, bertujuan sebagai arahan kepada seluruh masyarakat dan komponen pemerintah dalam menghadapi banjir. Ada dua indikator suksesnya, yaitu keselamatan dan waktu surut," kata Anies di Jakarta, Rabu (4/11).
Anies menyebutkan dalam indikator keselamatan, dia menekankan bahwa jangan sampai ada korban jiwa. Dalam artian semua warga masyarakat bisa selamat saat terjadi banjir. Sistem drainase Jakarta rata-rata berkapasitas 100 milimeter per hari.
Karenanya jika hujan lokal di bawah 100 milimeter, maka menurutnya haram untuk terjadi banjir. "Dan bila hujan di atas 100 mm seperti di awal tahun lalu terjadi curah hujan sampai 377 mm maka tanggung jawab kita," ucap Anies.
Kemudian untuk indikator waktu surut, mantan Menteri Pendidikan ini membatasi durasi surutnya banjir di Jakarta harus bisa dalam waktu kurang dari enam jam. "Ini bila curah hujan di atas kapasitas sistem drainase kita. Seluruh unsur bersiaga di sini. Insya Allah Jakarta bisa terbebas dari banjir. Jika ada curah hujan yang amat lebat, kita bisa surut dalam waktu kurang dari enam jam," ujarnya.