REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Sebanyak empat tentara India dan tiga gerilyawan meninggal dunia dalam baku tembak di Kashmir pada Ahad (8/11). Itu menjadi konfrontasi bersenjata paling mematikan di wilayah tersebut sejak April lalu.
Juru bicara Kementerian Pertahanan India, Kolonel Rajesh Kalia, mengungkapkan, sebelum kontak senjata terjadi, sebuah patroli militer melihat gerakan mencurigakan di sepanjang Line of Control (LOC) pada Ahad dini hari. Militer India pun mengerahkan pasukan ke wilayah tersebut.
"Gerakan militan dilacak oleh perangkat pengintai. Terjadi pertempuran senjata berat yang menewaskan tiga militan. Empat tentara tewas dalam baku tembak itu," kata Kalia.
Pada April lalu, pertempuran serupa terjadi LOC. Sebanyak lima tentara India tewas setelah terlibat baku tembak dengan kelompok gerilyawan. Lima anggota gerilyawan turut terbunuh dalam kejadian tersebut.
Kashmir merupakan satu-satunya wilayah di India yang berpenduduk mayoritas Muslim. Sejak merdeka dari Inggris pada 1947, Kashmir terpecah dua. Dua per tiga wilayahnya dikuasai India, sementara sisanya dimiliki Pakistan. Wilayah itu kemudian dipisahkan oleh LOC. Perselisihan akibat sengketa Kashmir telah membuat India dan Pakistan tiga kali berperang, yakni pada 1948, 1965, dan 1971.
Kashmir sempat dibekap ketegangan saat India mencabut status khusus wilayah tersebut pada 5 Agustus 2019. Masyarakat memprotes, kemudian menggelar aksi demonstrasi di beberapa daerah. Mereka menolak status khusus dicabut karena khawatir dapat mengubah komposisi demografis di sana.
Guna menangani kelompok demonstran, India mengerahkan pasukannya ke wilayah tersebut. Jaringan televisi dan telekomunikasi, termasuk internet, diputus. Tak hanya itu, India pun mendirikan pos jaga serta memberlakukan jam malam. Kashmir diisolasi dari dunia luar.
Pakistan, sebagai negara tetangga dengan mayoritas penduduk Muslim, turut memprotes keputusan India. Kala itu Islamabad memutuskan membekukan semua aktivitas perdagangan dan menurunkan level hubungan diplomatiknya dengan New Delhi. BACA JUGA: Islam Berkembang Pesat di Amerika Serikat, Warga Latin Jadi Mualaf Naik Tinggi