Senin 09 Nov 2020 07:21 WIB

Guru Besar UI: Ini 4 PR Joe Biden 

Joe Biden memiliki tugas penting untuk mengembalikan AS yang dulu.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Agus Yulianto
Guru Besar Hukum Internasional UI Prof Hikmahanto Juwana
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Guru Besar Hukum Internasional UI Prof Hikmahanto Juwana

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Guru Besar Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menilai, Joe Biden memiliki tugas penting untuk mengembalikan AS yang dulu jika sudah terpilih secara resmi menjadi Presiden ke-46. Dari menyetop isu ekstrem kanan, yaitu supremasi kulit putih, hingga tidak mementingkan kepentingan AS semata.

"Kalaulah akhirnya Joe Biden dinyatakan sebagai Presiden AS ke 46, maka Biden mempunyai tugas yang berat baik di dalam maupun di luar negeri, " ungkap Hikmahanto dalam keterangannya, Ahad (8/11). 

Di dalam negeri Biden diharapkan dapat mempersatukan rakyat AS yang selama 4 tahun belakangan ini terpecah sangat tajam. Biden diharapkan dapat mengendalikan penyebaran Covid 19 dan berbagai upaya untuk menekan angka kematian. 

"Ekonomi AS pun perlu penanganan yang serius, disamping masalah rasial dan sosial lainnya, " kata dia. 

Untuk kebijakan luar negeri, lanjutnya, Biden diharapkan oleh masyarakat dunia untuk mengembalikan Amerika Serikat menjadi Amerika Serikat yang dulu dengan nilai-nilainya. Menurutnya, ada empat hal penting untuk bagi Biden mengembalikan AS yang dulu. 

"Pertama, AS memikirkan kemaslahatan dunia ketimbang dirinya sendiri, " ujarnya. 

Dia menuturkan, sebelum Donald Trump menjadi Presiden AS, nilai yang dianut adalah mensejahterakan dunia agar AS sejahtera, menumbuhkan perekonomian dunia agar ekonomi AS tumbuh, mengamankan dunia agar keamanan AS terjaga, bahkan menyeimbangkan kekuatan yang ada di dunia agar AS menjadi pemimpin dunia.  Namun, pada era Trump nilai tersebut ditinggalkan dan lebih fokus untuk membangun AS dengan mengabaikan dunia, bahkan, berkonflik secara head to head dengan sejumlah negara. 

Kedua, tidak ada lagi kejutan-kejutan (no more surprises) kebijakan yang dijalankan oleh AS. 

Selama di bawah nahkoda Trump, banyak kebijakan yang tidak pernah terpikir oleh masyarakat internasional, seperti bertemu dengan Kim Jong Un dari Korea Utara, keluar dari WHO, memindahkan kedutaan besar AS dari Tel Aviv ke Jerusalem, bahkan mengakhiri secara pihak hasil perundingan Iran dengan lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB terkait pengembangan nuklir Iran. 

"Ketiga, Biden diharapkan menjalankan kebijakan-kebijakan luar negeri AS yang telah dirancang secara lama dan rinci oleh para birokrat AS, " ujarnya. 

Dalam sistem pemerintahan AS, pengelola kebijakan ada dua unsur penting yaitu politisi dan birokrasi. Politisi memegang keputusan akhir, sementara birokrasi yang menjaga agar kebijakan AS dari waktu ke waktu terjaga. 

"Politisi secara alamiah akan keluar dan masuk (come and go) empat tahun sekali, namun birokrasi akan tetap mengingat tongkat estafet kebijakan akan terus diturunkan kepada para penggantinya, " terangnya. 

Di era Trump, Trump kerap melakukan perlawanan terhadap kebijakan yang telah dirancang oleh para birokrasinya. Perlawanan dilakukan melalui tweet dan juga langsung mengganti birokrat yang tidak sepemahaman dengan Trump. 

"Harapan dunia tentu Biden lebih banyak mendengar dan memutus berbagai kebijakan yang telah dirancang secara rinci oleh birokrasi AS selama bertahun-tahun, " ucapnya. 

Terakhir, tambah dia, harapannya yakni AS tidak lagi menjadi sumber inspirasi bagi elemen masyarakat berbagai negara untuk membangkitkan ekstrim kanan dan supremasi kulit putih (white supremacist). AS dibawah Biden diharapkan mengembalikan nilai-nilai untuk menghormati pluralisme, hak asasi manusia dan tidak merendahkan suatu bangsa dengan peradabannya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement