Senin 09 Nov 2020 11:57 WIB

Cara Cerpelai Menambah Misteri Penyebaran Covid-19

Mutasi Covid-19 dari cerpelai dikuatirkan ganggu efektivitas vaksin.

Seekor cerpelai dikuliti untuk diambil bulunya di peternakan di Varde, Denmark. Lebih dari 250 ribu orang Denmark jalani lockdown di kawasan utara negara tersebut akibat mutasi virus corona dari cerpelai yang diternakkan. Untuk menahan laju virus, sebanyak 15 juta cerpelai di Denmark telah dimusnahkan.
Foto: John Randeris/Ritzau Scanpix via AP
Seekor cerpelai dikuliti untuk diambil bulunya di peternakan di Varde, Denmark. Lebih dari 250 ribu orang Denmark jalani lockdown di kawasan utara negara tersebut akibat mutasi virus corona dari cerpelai yang diternakkan. Untuk menahan laju virus, sebanyak 15 juta cerpelai di Denmark telah dimusnahkan.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Fergi Nadira, Adysha Citra Ramadhani, Alkhaledi Kurnialam, Antara

Pemerintah Inggris melarang masuk sopir truk atau sopir angkutan yang baru melakukan perjalanan dari atau melewati Denmark selama 14 hari terakhir dan bukan warga Inggris. Mereka dilarang masuk Inggris seiring pengetatan larangan perjalanan dari negara yang mengalami lonjakan kasus Covid-19 akibat peternakan cerpelai.

Baca Juga

Pada Ahad waktu Inggris atau Senin (9/11) waktu Indonesia, Inggris juga memberlakukan aturan bagi penumpang pesawat dan kapal yang baru tiba dari Denmark tidak akan boleh masuk. Warga Inggris yang datang dari Denmark secara langsung atau tidak harus menjalani karantina selama dua pekan sejak mereka terakhir ada di Denmark. Sedangkan, orang yang bukan warga Inggris yang transit atau berada di Denmark selama 14 hari terakhir akan ditolak masuk Inggris.

"Melihat dari mutasi Covid-19 dari Denmark yang belum diketahui perkembangannya kami bergerak cepat melindungi warga kami dan untuk mencegah penyebaran virus di Inggris," ujar Kementerian Perhubungan Inggris, dikutip dari AP. Larangan tersebut akan ditinjau ulang sepekan ke depan.

Pemerintah Denmark telah mengambil langkah menekan penyebaran Covid-19 dengan memerintahkan pemusnahan 15 juta cerpelai di 1.139 peternakan cerpelai di negaranya. Sejauh ini, 250 ribu penduduk Denmark di bagian utara negara sedang menjalani lockdown. Mutasi virus korona telah ditemukan di 12 orang yang terinfeksi akibat cerpelai.

Denmark adalah pengekspor bulu cerpelai terbesar dunia dengan estimasi 17 juta bulu cerpelai per tahun. Kopenhagen Fur, koperasi dengan 1.500 peternak Denmark, menghasilkan 40 persen produksi bulu cerpelai dunia. Sebagian besar ekspornya ke China dan Hong Kong.

Enam negara sudah melaporkan kasus Covid-19 terkait peternakan cerpelai. Denmark dan Amerika Serikat (AS) termasuk di antara enam negara yang telah melaporkan kasus tersebut. Kemudian, Italia, Belanda, Spanyol, dan Swedia adalah negara lain yang mencatat SARS-CoV-2 pada cerpelai.

Kopenhagen memperingatkan, mutasi dapat mengancam keefektifan vaksin di masa depan. Para ilmuwan mengatakan, mutasi virus adalah hal biasa dan sering kali tidak berbahaya. WHO menilai, mutasi ini tidak menyebabkan penyakit yang lebih parah pada manusia.

Namun demikian, otoritas kesehatan Denmark telah menyatakan keprihatinannya bahwa strain ini, yang dikenal sebagai Cluster 5, tidak dihambat oleh antibodi yang setara dengan virus normal. Hal ini dikhawatirkan dapat mengancam keefektifan vaksin yang sedang dikembangkan di seluruh dunia.

"Pengamatan awal menunjukkan bahwa gambaran klinis, tingkat keparahan, dan penularan di antara mereka yang terinfeksi serupa dengan virus SARS-CoV-2 yang beredar," kata pernyataan WHO dikutip laman Channel News Asia, Ahad (8/11). Namun, WHO memperingatkan, varian Cluster 5 ini memiliki kombinasi mutasi atau perubahan yang belum pernah diamati sebelumnya.

"Implikasi dari perubahan yang teridentifikasi pada varian ini belum dipahami dengan baik," kata WHO.

Badan PBB tersebut mengatakan, temuan awal menunjukkan varian terkait cerpelai telah cukup menurunkan sensitivitas terhadap antibodi penawar. WHO juga menyerukan studi lebih jauh untuk memverifikasi temuan awal dan untuk memahami implikasi potensial dari teman ini dalam diagnostik, terapeutik, dan vaksin dalam pengembangan.

"Meskipun virus diyakini secara leluhur terkait dengan kelelawar, asal dan inang perantara SARS-CoV-2 belum diidentifikasi," kata WHO.

Sejak Juni tahun ini, 214 kasus Covid-19 pada manusia telah diidentifikasi di Denmark dengan varian SARS-CoV-2 yang terkait dengan cerpelai, termasuk 12 kasus dengan varian unik, yang dilaporkan pada 5 November.

Cerpelai tampaknya rentan terhadap virus SARS-CoV-2 dan menjadi "inang yang baik" untuk penyakit tersebut, dengan genus yang bermutasi menyebabkan infeksi pada belasan orang di Denmark.

Denmark berencana memusnahkan seluruh populasi cerpelai. Negara itu mengumumkan pembatasan ketat lanjutan di utara negara tersebut guna mencegah penularan virus corona pada binatang dan manusia.

"Jadi, tentunya terdapat risiko bahwa populasi cerpelai ini dapat berkontribusi melalui berbagai cara penularan virus dari cerpelai ke manusia, dan kemudian dari manusia ke manusia," kata Catherine Smallwood, pejabat kedaruratan senior di kantor WHO Eropa di Kopenhagen, via media sosial.

photo
Cerpelai. Ternak cerpelai di Denmark dimusnahkan demi mencegah penyebaran virus corona. - (EPA)

Sementara penelitian terhadap varian spesifik virus ini signifikan, ia mengatakan sangat normal bagi virus untuk berubah secara genetik berkali-kali. "Kami sedang melacak (perubahan) ini secara sangat hati-hati dan itulah sebabnya kami begitu tertarik pada informasi khusus ini," katanya. Ia menambahkan hal itu seharusnya tidak mengubah cara pemerintah dan otoritas di seluruh dunia dalam upaya mengendalikan pandemi.

Direktur Eksekutif WHO Health Emergencies Program Dr Mike Ryan mengatakan mamalia seperti cerpelai memang dapat menjadi inang atau yang sangat baik terkait mutasi virus corona. Akan tetapi, dibutuhkan proses yang sangat panjang untuk membuat mutasi tersebut memberi dampak kepada efektivitas vaksin.

Ketua Teknis untuk Covid-19 WHO Maria van Kerkhove mengungkapkan bahwa mutasi sebenarnya merupakan hal yang normal. Perubahan pada virus ini merupakan sesuatu yang selalu dipantau oleh WHO sejak awal.

Di lain sisi, WHO juga meninjau biosekuriti pada perternakan cerpelai di negara-negara lain untuk mencegah virusnya merebak keluar. Kerkhove mengatakan risiko dari peternakan hewan lain secara umum masih rendah.

"Risiko dari hewan ternak dan peternakan lain secara umum rendah," ujar Kerkhove.

Jumlah hewan peliharaan, seperti kucing dan anjing, yang tertular Covid-19 dari pemiliknya sebenarnya lebih banyak daripada yang diperkirakan. Fakta yang terkuak dari hasil studi menganjurkan agar orang yang kena Covid-19 untuk mengisolasi diri, termasuk dari hewan peliharaan.

Peneliti menemukan dalam beberapa kasus, hewan peliharaan yang terinfeksi mengembangkan gejala pernapasan mirip Covid-19 pada saat pemiliknya positif terinfeksi virus SARS-CoV-2. Virus corona tipe baru itu diketahui telah menginfeksi sejumlah hewan, tetapi risiko, kerentanan, dan gejala pada spesies yang berbeda masih belum jelas.

Untuk mempelajari lebih lanjut, peneliti Kanada mengambil spesimen dengan mengusap hidung, tenggorokan, dan rektum 17 kucing, 18 anjing, dan satu musang. Hewan-hewan itu dites dalam dua pekan setelah infeksi virus corona atau gejala Covid-19 menyerang pemiliknya.

Selain itu, sampel darah juga diambil dari delapan kucing dan 10 anjing yang pemiliknya berada di luar jendela penularan selama dua pekan. Hal ini penting untuk menentukan infeksi baru atau masa lalu.

Peneliti mengungkapkan, semua tes menunjukkan hasil negatif. Namun, antibodi virus corona ditemukan dalam darah kedelapan kucing menunjukkan, mereka telah terinfeksi sebelumnya.

Pemilik juga membenarkan, kedelapan kucing itu sempat menderita penyakit pernapasan atau penyakit lain. Hewan peliharaan tersebut sakit di sekitar waktu yang sama dengan jatuh sakitnya sang pemilik.

Temuan tersebut akan dipresentasikan di Konferensi Daring European Society of Clinical Microbiology and Infectious Disease (ESCMID) on Coronavirus Disease, pada 23 hingga 25 ​​September Akan tetapi, penelitian yang dipresentasikan pada pertemuan ini masih akan dianggap penemuan dini hingga diterbitkan dalam jurnal.

"Hasil awal ini menunjukkan bahwa sebagian besar hewan peliharaan yang keluarga majikannya kena Covid-19 menjadi tertular," kata rekan penulis studi Dr Dorothee Bienzle, seorang profesor patologi hewan di Universitas Guelph di Ontario, Kanada.

"Karena sempitnya waktu yang tersedia untuk mendeteksi infeksi saat ini pada hewan peliharaan, terutama jika pemiliknya masih sakit dan diisolasi. Pengujian darah hewan kedepannya untuk memeriksa infeksi manusia ke hewan sebelumnya lebih disukai untuk penilaian," kata Bienzle dalam rilis berita ESCMID.

"Ada cukup bukti dari berbagai penelitian, termasuk penelitian kami, untuk merekomendasikan bahwa orang yang terinfeksi SARS-CoV-2 harus diisolasi dari manusia dan hewan," kata Bienzle.

photo
Penyebaran Covid-19 - (Republika)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement