Senin 09 Nov 2020 14:07 WIB

Peternak: Harga Ayam Membaik Tapi Tetap Fluktuatif

Harga ayam di Jawa menjadi yang terendah karena merupakan pusat produksi nasional.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolandha
Pedagang menyiapkan ayam potong untuk pembeli di salah satu peternakan ayam di Jakarta, Rabu (23/9/2020). Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) terus berupaya menjaga stabilisasi harga ayam hidup di tingkat peternak.
Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Pedagang menyiapkan ayam potong untuk pembeli di salah satu peternakan ayam di Jakarta, Rabu (23/9/2020). Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) terus berupaya menjaga stabilisasi harga ayam hidup di tingkat peternak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Harga daging ayam dari tingkat peternak mulai mengalami perbaikan seiring adanya langkah pemangkasan produksi besar-besaran oleh pemerintah. Namun, para peternak mengaku harga masih tetap fluktuatif dan kembali pada dalam tren menurun.

Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Jawa Barat, Mukhlis, mengatakan, harga di pulau Jawa menjadi yang terendah karena merupakan pusat produksi nasional. Khusus di Jawa Barat, ia mengatakan, harga sempat naik sesuai acuan, Rp 19 ribu per kilogram (kg). Namun, kembali turun Rp 18 ribu per kg, sedikit di bawah acuan.

"Benar sudah ada kenaikan dampak dari cutting telur di Sumatera, Jawa, dan Bali. Tapi tetap saja di Jawa agak berat," ujarnya.

Ia menuturkan, rata-rata harga ayam di tingkat peternak diatas acuan, yakni Rp 21 ribu - Rp 25 ribu per kg. Sementara di Bali cukup stabil dihargai Rp 22 ribu per kg. 

"Kenapa? karena memang disini pusatnya dan kembali ada pengurangan pengambilan stok ayam dari rumah potong hewan (RPH)," ujarnya.

Mukhlis mencontohkan, dalam satu provinsi di Jawa biasa mengambil pasokan ayam sebanyak 300 ribu ton atau 160 juta ekor per bulan. Ia mengatakan, langkah pengurangan itu diambil karena harga kembali meningkat.

Menurut Mukhlis, ketika harga ayam kembali merangkak naik dan mencapai Rp 18 ribu, pihak RPH akan mengurangi pengambilan demi menjaga harga penjualan ke level hilir. Hal itu dilakukan karena RPH akan sulit bersaing jika harga yang digunakan terlalu tinggi.

"Dengan harga Rp 18 ribu per kg, dia tidak bisa bersaing karena harga jualnya bisa Rp 23 ribu-Rp 25 ribu, sementara sekarang dijual Rp 20 ribu dari RPH," kata Mukhlis.

Ia mengatakan, hal itu menyebabkan kembalinya penumpukan ayam di level peernak. Sementara, itu di tengah iklim La Nina, situasi diperparah dengan banyaknya pasokan ayam hidup yang terkena penyakit. Situasi itu, justru dimanfaatkan oleh para makelar untuk menciptakan kenaikan harga.

Seperti diketahui, harga ayam di pasar kembali merangkak naik. Di sejumlah daerah bahkan  Ketua Pinsar Jawa Tengah, Pardjuni mengatakan, situasi riil di peternak belum banyak berubah.

Karena itu, senada Mukhlis, Pardjuni mengatakan, kenaikan harga ayam di tingkat peternak tidak tinggi, sehingga ada kemungkinan harga dipermainkan makelar jika harga di pasar dirasa naik.

"Kalau harga dari kandang saja Rp 23 ribu - Rp 24 ribu per kg, seharusnya menjual karkas di pasar Rp 36 ribu - Rp 38 ribu saja sudah untung," ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement