REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi mengatakan kecil kemungkinan ekonomi Indonesia mengalami depresi. Saat ini, Indonesia sendiri telah resmi masuk jurang resesi karena telah dua kuartal berturut-turut mengalami kontraksi.
Faisal mengatakan, jika dilihat trennya, pertumbuhan ekonomi Indonesia dinilai masih jauh lebih positif. "Kalau dilihat trennya, tren kita jauh lebih positif karena kalau dilihat kuartal ke kuartal (qtq) itu bahkan masih tumbuh positif 5 persen. Meski secara kalender kita masih minus 2 persen," katanya ketika dihubungi di Jakarta, Senin (9/11).
Fithra menuturkan pada kuartal III 2020, ekonomi terkontraksi 3,49 persen. Ini masih lebih baik daripada kuartal sebelumnya sebesar 5,3 persen.
"Kemungkinan mengalami perburukan lebih lanjut pada kuartal IV masih 50:50 tapi ada kemungkinan bouncing (melambung), jadi kemungkinan mengalami depresi itu sebenarnya kecil probabilitasnya," kata Fithra.
Fithra menambahkan Indonesia juga punya peluang untuk bisa bangkit pada tahun mendatang meski tahun ini Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia masih terkontraksi 1,5 persen. Namun peluang bangkit lebih besar pada 2021, kata dia, berdasarkan proyeksi sejumlah lembaga terhadap ekonomi Indonesia yang bisa tumbuh hingga 6 persen, jauh di atas proyeksi pemerintah antara 4,5-5 persen.
"Dengan ini seharusnya Indonesia punya peluang bangkit kembali pada 2021," katanya.
Pemerintah menilai pertumbuhan ekonomi sejumlah negara maju dan berkembang menunjukkan perbaikan pada kuartal III 2020 dibanding kuartal II 2020 sebagaimana yang dicapai Indonesia. Hal itu menggambarkan perekonomian dunia mulai pulih dari tekanan pandemi Covid-19.
Indonesia mencatat pertumbuhan ekonomi minus 3,49 persen secara tahunan (year on year/yoy) pada kuartal III 2020 ini, yang melanjutkan kontraksi dari kuartal II 2020 yang minus 5,32 persen (yoy).