REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan laporan terbanyak ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait bantuan sosial (bansos) Covid-19 di ibu kota, perlu dicek. Meski demikian, Riza mengatakan, wajar jika Jakarta merupakan laporan tertinggi di KPK mengingat jumlah penduduknya dan jumlah bansosnya yang banyak.
"Wajar kalau DKI tertinggi ya, tapi bansos kan ada dua, satu dari pemerintah pusat, satunya dari Pemprov. Nanti dicek, yang dilaporkan itu yang mana," kata Riza, Senin (9/11).
Kemudian, kata dia, dicek lagi isi laporannya apa karena tidak semua laporan itu benar dalam arti sesuai dengan yang dilaporkan. "Mungkin hanya miskomunikasi, ada yang perlu diklarifikasi dan sebagainya," ucap dia.
Pada prinsipnya, lanjut dia, seluruh pengadaan yang dilakukan Pemprov dan juga Pemerintah Pusat selalu mengacu kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada dan disalurkan pada yang membutuhkan per nama dan per alamat yang memenuhi kriteria.
"Menentukan kriterianya adalah diskusi dan dialog yang panjang untuk menentukan siapa yang berhak. Sudah sejak awal diskusi kita buat, pendataan juga sudah sejak awal kita buat. kita data, data lama dan data baru kita padukan, kita cek kembali, kita pastikan lagi data penerima itu yang berhak sehingga tidak ada laporan," ujarnya.
Riza mengaku pihaknya tidak mendapatkan laporan terkait data orang yang tidak berhak menerima bansos, yang menurutnya semua data baik dan akurat. "Dari data-data itu kita bersyukur tidak ada laporan yang tidak tepat sasaran. Bansos yang diberikan sesuai kriteria dan syarat-syarat dan tepat sasaran pada yang dituju," tuturnya.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih menerima laporan masyarakat terkait masalah penyaluran bantuan sosial (bansos) di daerah. Ribuan laporan masuk melalui aplikasi Jaga Bansos yang dikelola KPK. "Jaga Bansos telah menerima 1.550 keluhan terkait penyaluran bansos hingga 23 Oktober 2020," ucap staf KPK bidang pencegahan, Erlangga Dwi Saputro, dalam diskusi secara daring, Jumat (6/11).
Erlangga memaparkan 504 dari 1.550 keluhan yang masuk telah diteruskan ke pemerintah daerah setempat. Mayoritas warga yang mengakses aplikasi merupakan warga di kota besar dengan akses internet yang baik.
Dia membeberkan tiga laporan yang paling banyak ke pemerintah provinsi (Pemprov), yakni DKI Jakarta dengan 69 laporan, Jawa Barat dengan 33 laporan, dan Jawa Timur dengan 12 laporan.
Kemudian, tiga keluhan terbanyak ke kabupaten/kota yakni Kota Surabaya dengan 73 laporan, Kabupaten Bogor dengan 47 laporan. Kabupaten Tangerang dengan 41 keluhan masyarakat terkait penyaluran bansos. "Kalau di klaster keluhan rata-rata paling banyak mengaku tidak menerima bantuan padahal sudah mendaftar sebanyak 692 keluhan," ucap Erlangga.
Selain itu, warga mengeluh jumlah bantuan yang diterima tidak sesuai, bantuan tidak dibagikan oleh aparat, bantuan berkualitas buruk. Kemudian, mendapat bantuan lebih dari satu, penerima bantuan fiktif, serta penerima yang tak seharusnya menerima bantuan.